BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASI Eksklusif atau lebih tepat
pemberian ASI secara Eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa
makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6
bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005)
Demikian
halnya dengan volume Air Susu Ibu (ASI) yang semakin banyak, sesuai kebutuhan
bayi yang semakin tinggi, berkaitan dengan penyusuan. Pada hari ke-10
diproduksi ASI matur. Komposisi ASI yang keluar saat isapan-isapan pertama bayi
(formilk) berbeda dengan komposisi
ASI yang terkandung dalam isapan-isapan akhir bayi (hindmilk). Hindmilk mengandung lemak dan karbohidrat yang lebih
banyak ketimbang formilk (Iswati,
2009).
Menurut ahli gizi anak United Nation Childrens Fund (UNICEF), Felicity Savage King mengatakan,
pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada sistem endokrin yakni pelepasan
hormon prolaktin dan oxitosin yang akan mempengaruhi sikap dan pola asuh ibu
terhadap perkembangan emosional dan otak anak. Sehingga anak-anak yang tidak
mendapatkan ASI cenderung lebih beresiko terkena depresi dan masalah emosional
lainnya (Sitopeng, 2008).
Sebuah
analisis menerangkan bahwa memberikan ASI selama 6 bulan dapat
menyelamatkan 1,3 juta jiwa diseluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang
setelah kelahiran. Sementara itu, menurut (UNICEF), ASI eksklusif dapat menekan
angka kematian bayi di Indonesia. UNICEF menyatakan bahwa 30.000 kematian bayi
di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahun bisa di
cegah melalui pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sejak sejam pertama
setelah kelahirannya tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi
( Prasetyo, 2009 )
Berdasarkan
survei International di Indonesia, diketahui bahwa rata-rata bayi Indonesia
hanya mendapatkan ASI eksklusif selama 1,7 bulan. Padahal, kajian World
Health Organization (WHO) yang dituangkan dalam Keputusan mentri No. 450
menganjurkan agar bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Turunnya angka ini
terkait pengaruh sosial budaya di masyarakat, yang menganjurkan supaya bayi
diberikan makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan (Prasetyo, 2009).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007-2008 pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 2 bulan hanya 64%.
Persentase ini menurun dengan jelas menjadi 45% pada bayi berumur 2-3 bulan dan
14% pada bayi berumur 4-5 bulan. Hanya 40% bayi mendapatkan ASI dalam satu jam
kelahiran sedangkan pemberian ASI eksklusif di kota Surabaya dari 15.983 bayi
berusia 6 bulan, hanya 3.302 bayi diantaranya yang mendapat ASI. Baru sekitar
20,66% bayi mendapat ASI secara eksklusif (Ririn, 2009).
Data dari Dinas Kesehatan (DINKES)
Sumatera Selatan tahun 2009 tentang cakupan pemberian ASI Eksklusif di OKU
mencapai 46,94%, OKI mencapai 73,39%, Muara Enim mencapai 19,05%, Lahat
mencapai 15,51%, Musi Rawas mencapai 49,26%, Musi mencapai 48,97%, OKU Selatan
mencapai 12,29%, OKU Timur mencapai 6,44%, Ogan Ilir mencapai 77,63%, Empat
Lawang mencapai 11,4%, Palembang mencapai 31,26%, Prabumuli mencapai 11,83%,
Pagar Alam mencapai 74,19%, Lubuk Linggau mencapai 19,22% (Dinas Kesehatan
Sumatera Selatan tahun 2009).
Cakupan
pemberian ASI Ekslusif untuk Kota Palembang Tahun 2010
sebesar 41.51%. Cakupan ini masih jauh di bawah target pencapaian
pemberian ASI Ekslusif Indonesia yaitu 80% (Dinkes, 2010)
Data yang diperoleh dari Puskesmas
pembina Palembang tahun 2009, 100 % bayi diberi ASI secara Eksklusif dengan jumlah
bayi sebanyak 410 orang. Data yang diperoleh dari Puskesmas Pembina tahun 2010,
jumlah bayi sebanyak 338 orang,
diantaranya yang mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 210 orang (62,13 %)
dan yang tidak mendapatkan ASI secara
Eksklusif sebanyak 128 orang (37,86%). Sedangkan data yang diperoleh dari Puskesmas Pembina Palembang tahun 2011,
jumlah bayi sebanyak 179 orang, diantaranya yang mendapatkan ASI secara
Eksklusif sebanyak 142 orang (79,3 %) dan yang tidak mendapatkan ASI secara
Eksklusif sebanyak 37 orang (20,7 %) (medical
Record Puskesmas Pembina Palembang).
Berdasarkan
uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “ Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap
Pemberian ASI Eksklusif
di
Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut “ Bagaimana Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI
Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.3 Tujuan
Penelitian
1.3.1. Tujuan
Umum
Diketahuinya Gambaran
Paritas dan Pendidikan Ibu tentang ASI Eksklusif di
Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya Gambaran
Paritas Terhadap Pemberian ASI Eksklusif
di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012
1.3.2.2 Diketahuinya Gambaran
Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas
Pembina Palembang Tahun 2012
1.4 Manfaat
Penelitian
a.
Bagi peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan
sebagai pengalaman nyata yang sangat berharga dalam mengintegrasikan
pengetahuan yang bersifat teoritik dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
b.
Bagi Puskesmas
Pembina Palembang
Penelitian ini dapat memberikan
tambahan informasi tentang Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian
ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang.
c.
Bagi Akademi Kebidanan Pondok
Pesantren Assanadiyah Palembang
Penelitian ini dapat berguna sebagai
bahan informasi dan tambahan wacana yang terus dikembangkan mengenai ASI
Eksklusif.
Lebih lanjut penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dijadikan dasar
bagi rekan – rekan mahasiswi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
d.
Bagi peneliti lain
Bisa bermanfaat bagi peneliti lain
sebagai informasi dan bahan perbandingan tentang hasil penelitian yang
berkaitan dengan Pemberian ASI Eksklusif.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 ASI
Eksklusif
2.1.1
Konsep Dasar ASI Eksklusif
a. ASI
ASI adalah
susu yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai konsumsi bayi dan merupakan
sumber gizi utama bayi yang belum sanggup mencerna makanan padat.
(Kusumawardhani, 2010)
b. ASI Eksklusif
ASI eksklusif
atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air
susu tanpa makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6 bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono,
2005).
ASI eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain dan tanpa tambahan
makanan lain yang diberikan pada bayi berumur 0 - 6 bulan (Dinkes, 2008).
Riset media
mengatakan bahwa ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada 6 bulan
pertama bahkan pada usia lebih dari 6 bulan.
Dukungan
Ibu dari berbagai pihak agar target ASI eksklusif selama 6 bulan berhasil
dicapai :
Anjuran Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) agar para ibu memberikan ASI eksklusif setidaknya selama 6 bulan
pertama kehidupan bayinya dianggap sekelompok ilmuwan sebagai anjuran idealistis
ketimbang realistis.
Sebuah penelitian di
Skotlandia terhadap 36 perempuan hamil dan orang yang mendampingi si ibu hamil
(ibu atau suami ibu hamil), mendapati, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
adalah hal yang berat.
Penelitian yang dilakukan selama
6 bulan sebelum melahirkan hingga 6 bulan setelah para responden melahirkan ini
mendapati, perasaan memberi ASI eksklusif tidak seperti yang dikatakan orang.
Pendidik laktasi, Desirre
Andrews, ibu dari 4 anak di Colorado Springs, Amerika Serikat, mengatakan,
pemberian ASI eksklusif sebenarnya bukan masalah rumit. "Saya rasa
perempuan butuh didengarkan akan kebutuhan mereka agar bisa berhasil mencapai
tujuan pemberian ASI selama 6 bulan."
2.1.2
Manfaat Pemberian ASI
Menurut Kusumawardhani, manfaat dari pemberian ASI meliputi :
1. Bagi Bayi
a. Sebagai sistem imunitas yang baik
Bayi
yang mendapatkan ASI dari ibunya akan memilikki sistem imunitas ( daya tahan
tubuh ) yang lebih baik dari pada bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI. Kadar
imunoglobulin ( zat-zat yang membentuk kekebalan tubuh ) yang sangat tinggi
terdapat pada kolostrum, yaitu cairan kuning kental yang merupakan ASI pertama
yang keluar setelah ibu melahirkan. ASI juga mengandung kekebalan tubuh ( antibodi ) yang akan dapat memberikan
perlindungan alami bagi bayi baru lahir.
b.
Memiliki IQ yang tinggi
Berdasarkan
penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki IQ ( intelligence Quotient ) lebih tinggi dari pada bayi yang tidak
pernah mendapatkan ASI.
c.
Perkembangan psikomotorik lebih cepat
Menurut
penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, memiliki perkembangan psikomotorik yang
lebih cepat dari bayi yang tidak mendapatkan ASI. Bayi yang mendapatkan ASI
dapat berjalan dua bulan lebih cepat
dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu formula.
d.
Menunjang perkembangan kognitif
Bayi yang
mendapat ASI, akan memiliki perlindungan gigi yang lebih baik, sebab, adanya
kadar selenium ( mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai
antidioksidan untuk meredam aktifitas radikal bebas ) dalam ASI yang cukup
tinggi.
e.
Menunjang perkembangan penglihatan
Bayi yang
mendapat ASI, akan memiliki perkembangan penglihatan yang baik. Sebab, didalam
ASI mengandung asam omega 3.
f.
Membantu bayi cepat berbicara
Saat
menyusu pada ibu, bayi melakukan gerakan mengisap yang lebih kuat sehingga akan
membantu memperkuat otot pipi. Hal ini dapat membantu bayi cepat berbicara.
g.
Memperkuat ikatan batin antara ibu dan
bayi
Saat
menyusui , ibu dan bayi akan bersentuhan
kulit. Hal ini akan memberikan rasa hangat dan nyaman. Proses menyusui ini akan
meningkatkan kedekatan antara bayi dan ibu
h.
Membantu sistem pencernaan
ASI
merupakan susu yang paling aman. sebab, cenderung bebas dari bakteri. Hal ini
akan membuat bayi tidak mendapat masalah dalam proses pencernaannya.
2. Bagi Ibu
1. Mencegah
perdarahan
Menyusu bayi
setelah lahir, dapat merangsang kontraksi otot-otot pada saluran ASI dan
membuat ASI keluar
2. Mencegah anemia
defisiensi zat besi
Dengan menyusui,
dapat mencegah perdarahan pascapersalinan. Hal ini dapat mengurangi terjadinya
resiko defisiensi ( kekurangan ) darah yang menyebabkan anemia pada ibu.
3. Mengurangi
berat badan
Ketika
menyusui, jumlah kalori yang terbakar adalah sebesar 200 hingga 500 kalori per
hari. Hal ini tentu saja dapat membantu ibu mengurangi berat badan
4. Sebagai
ungkapan kasih sayang
Saat menyusui,
hubungan batin ibu dan anak akan bertambah kuat. Ibu akan merasa dibutuhkan dan
bahagia karena dapat memberikan sesuatu untuk sang bayi. Sedangkan, bayi akan
merasa aman dan nyaman dalam pelukan ibunya.
5. Mengurangi
resiko terkena kanker payudara dan ovarium
Menyusui dapat
mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium. Diperkirakan
pencegahannya mencapai 25 %.
6. Sebagai alat
kontrasepsi
Pemberian ASI
secara Eksklusif dapat berfungsi sebagai alat kontrasepsi. Isapan bayi pada
payudara ibu akan merangsang hormon prolaktin yang berfungsi menghambat
terjadinya pematangan sel telur sehingga menunda kesuburan.( wahyu Media 2010 )
3.
Bagi Negara
a. Penghematan
devisa untuk pembelian susu formula serta perlengkapan menyusui.
b. Menciptakan
generasi penerusan bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membanggun negara.
c. Awal untuk mengurngi
bahkan menghindari kemungkinan terjadinya generasi yang
hilang khususnya bagi Indonesia.
2.1.3
Komposisi yang terkandung dalam ASI
Menurut Arini H, Komposisi yang
terkandung dalam ASI meliputi :
1.
Protein
Protein dalam ASI mencapai kadar yang lebih dari cukup untuk pertumbuhan
optimal, sementara ASI juga mengandung muatan yang mudah larut yang sesuai
untuk ginjal bayi yang belum matang.
2.
Lemak
Seperti halnya substansi protein dalam ASI dapat membantu absorsi lemak. Fungsi
kolesterol dengan kadar tinggi dalam ASI tidak sepenuhnya dipahami tetapi di
perkirakan bahwa kadar awal ini dapat mempengaruhi tubuh dalam menangani suatu
substansi di kemudian hari.
3.
Karbohidrat – Laktosa
Perkembangan
sistem saraf pusat merupakan bagian dari fungsi laktosa dalam ASI, laktosa juga memberi sekitar 40%
kebutuhan energi bayi. Asupan laktosa yang berlebihan kadang-kadang dicurigai
terjadi pada bayi yang mendapat ASI, yang bersifat mudah marah, gelisah dan
konsistensi feces encer.
4.
Vitamin
ASI
memberi vitamin yang cukup bagi bayi, walaupun kadarnya bervariasi sesuai
dengan alat maternal. Penting bagi bayi untuk mendapatkan kolostrum dan kemudian susu awal untuk
memastikan bahwa vitamin yang larut diperoleh bayi pemancaran sinar matahari
selama 30 menit setiap minggu ke kepala dan tangan menghasilkan vitamin D yang
cukup.
5.
Mineral
Protein
dalam ASI mencapai kadar yang lebih dari cukup untuk pertumbuhan optimal,
sementara ASI juga mengandung muatan yang mudah larut yang sesuai untuk ginjal
bayi yang belum matang.
6.
Kolostrum
Cairan kental yang berwarna kekuningan-kuningan yang
dihasilkan pada sel alveoli payudara ibu. Sesuai untuk kapasitas pencernaan
bayi dan kemampuan ginjal bayi baru lahir yang belum mampu menerima makanan
dalam volume basar dan melapisi bagian dalam saluran pernapasan dan mencegah
kuman penyakit memasuki saluran pernapasan.
7.
Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses
pembentukan energi yang
diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi
lagi.Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula (IDAI Cab. DKI
Jakarta, 2008).
Tabel 2.1
Perbedaan komposisi
kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur
Kandungan
|
Kolostrum
|
ASI
Transisi
|
ASI Matur
|
Energi
(kgkal)
|
57,0
|
63,0
|
65,0
|
Laktosa
(gr/100 ml)
|
6,5
|
6,7
|
7,0
|
Lemak
(gr/100 ml)
|
2,9
|
3,6
|
3,8
|
Protein
gr/100 ml
|
1,195
|
0,965
|
1,324
|
Mineral
(gr/100 ml)
|
0,3
|
0,3
|
0,2
|
Immunoglobin
:
|
|
|
|
Ig A
(mg/100 ml)
|
335,9
|
-
|
119,6
|
Ig G
(mg/100 ml)
|
5,9
|
-
|
2,9
|
Ig M
(mg/100 ml)
|
17,1
|
-
|
2,9
|
Lisosin
(mg/100ml)
|
14,2-16,4
|
-
|
24,3-27,5
|
Laktoferin
|
420-520
|
-
|
250-270
|
(Taufan Nugroho, 2011)
2.1.4 Tiga bentuk
ASI dengan karakteristik dan Komposisi yang berbeda
Dr.
Taufan Nugroho membagi Tiga bentuk ASI dengan
karakteristik dan Komposisi yang berbeda :
1. Kolostrum
Kolostrum adalah cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda
karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150-300
ml/hari
a.
Berwarna kuning jernih dengan protein
berkadar tinggi
b.
Mengandung : imunoglobin, laktoferin,
ion-ion (Na, Ca, K, Zn, Fe)
vitamin
(A,D,E,K) lemak dan rendah laktosa.
c.
Pengeluaran kolostrum berlansung sekitar
dua tiga hari dan diikuti ASI yang mulai berwarna putih.
2. ASI Transisi (peralihan/antara)
ASI transisi adalah ASI yang
dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak dan laktosa lebih
tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah. ASI antara, mulai berwarna
bening dengan susunan yang disesuaikan kebutuhan bayi dan kemampuan mencerna
usus bayi.
3. ASI sempurna (ASI matang)
ASI sempurna adalah ASI yang
dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300-850
ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Pengeluaran ASI penuh sesuai dengan
perkembangan usus bayi, sehingga dapat menerima susunan ASI sempurna.
2.1.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi
produksi ASI
Menurut Dr. Taufan Nugroho
Faktor-Faktor yang mempengaruhi produksi ASI meliputi :
1. Frekuensi
pemberian susu
Pada
studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bawa produksi ASI akan optimal
dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan.
Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu.
Studi
lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa
frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah
melahirkan beruhubungan dengan produksi ASI yang cukup. Berdasarkan hal ini
direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal
setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan
stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
2. Berat bayi
saat lahir
Hubungan
berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk
menghisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat
bayi pada hari ke dua dan usia satu bulan sangat erat berhubungan dengan
kekuatan menghisap yang mengakibatkan perbedaan yang besar dibanding bayi yang
mendapat formula. Penelitian menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan
frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah melahirkan. Bayi
berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah
dibanding dengan bayi yang berat lahir normal ( > 2500 gr). Kemampuan
menghisap bayi lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang
lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi
hormon prolaktif dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
3. Usia kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)
sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI
lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan
menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum
sempurnanya fungsi organ.
4. Usia ibu dan paritas
Umur
parintas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang
diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Penelitian luar menemukan bahwa pada ibu menyusui
usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan pengukuran
pertumbuhan 22 bayi dari 15 bayi. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu
kali, produksi ASI pada hari keempat setelah melahirkan lebih tinggi dibanding
ibu yang melahirkan pertama kali.
5.
Stres dan penyakit akut
Ibu
yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mengganggu produksi ASI
karena menghambat pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa
rileks dan nyaman. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji dampak dari
berbagai tipe stres ibu khususnya kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi
ASI.
6. Mengkonsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan
mengganggu horman prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan
mentsimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan
oksitosin. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan penyapihan
dini meskipun volume ASI elitian diluar
men dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara
langsung. Meskipun demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu
perokok yang masih menyusui 0-6 minggu setelah melahirkan lebih sedikit
daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi
dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Studi lain mengemukakan
bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok per hari mempunyai prolaktin
30 – 50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan
dibanding dengan yang tidak merokok.
7. Mengkonsumsi alkohol
Penggunaan
pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan
volume dan durasi ASI sebaiknya bila pil hanya mengandung progestin maka
tidak ada dampak terhadap volume ASI. Berdasarkan hal ini WHO
merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil
kontrasepsi.
2.1.4
Tujuh Langkah Keberhasilan ASI
Eksklusif
Sepuluh langkah yang terpenting dalam persiapan
keberhasilanmenyusui secara Eksklusif menurut Departemen Kesehatan RI (2005) adalah sebagai
berikut
1)
Mempersiapkan payudara ibu jika diperlukan
2)
Mempelajari ASI dan tata laksana
menyusui
3)
Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya
4)
Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” seperti “Rumah
sakit sayang bayi “ atau “ Rumah
bersalin yang sayang bayi”.
5)
Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara
eksklusif
6)
Mencari ahli persoalan menyusui seperti
klinik laktasi atau konsultasi untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran
7)
Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan
menyusui.
5.1.6
Faktor-faktor pendukung keberhasilan
pemberian ASI
1)
Ibu harus yakin bahwa mampu menyusui
bayinya.
2) Ibu cukup
minum (8-12 gelas/hari)
3) Ibu dalam
keadaan pikiran tenang dan damai
4) Perhatian cara meletakkan bayi dan cara
meletakkan puting pada mulut bayi dan benar
5) Makin sering
payudara dihisap bayi, makin banyak produksi susu untuk bayi.
6) Pengertian dan
dukungan keluarga, terutama dari suami sangat penting.
(Siregar
Arifin,2004)
5.1.7
Posisi
menyusui
Menurut
Karin Cadwell dan Cindy Turner-Maffei menyebutkan berbagai macam posisi dalam
menyusui :
a.
Postur timangan atau Madona
1.
Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman
2.
Bayi berbaring miring menghadap ibu
3.
Sisi kepala dan tubuh bayi berada di lengan bawah ibu
di sebelah payudara yang diisap
b.
Postur timangan-menyilang
1.
Ibu duduk denhgan postur tubuh yang nyaman
2.
Bayi berbaring miring menghadap ibu
3.
Sisi tubuh bayi berada di lengan bawah ibu pada sisi
yang berlawanan dengan payudara yang digunakan untuk menyusui
4.
Tangan menyangga leher dan bahu bayi sedemikian rupa
agar bayi dapat menengadahkan lehernya
c.
Postur football atau mengepit
1.
Ibu duduk dengan posisi yang nyaman
2.
Bayi berbaring telentang, meringkuk diantara sisi dada
dan lengan ibu
3.
Tubuh bagian atas bayi disangga oleh lengan bawah ibu
4.
Tangan ibu menyangga leher dan bahu bayi
5.
Pinggul bayi fleksi pada belakang kursi atau permukaan
lain tempat ibu bersandar
d.
Postur semi-sandar
1.
Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman, postur semi
sandar
2.
Ibu condong ke belakang dan bayi berbaring berhadapan
dengan tubuh ibu, biasanya berbaring miring
e.
Postur berbaring-miring
1.
Ibu berbaring miring
2.
Bayi berbaring miring dengan dada bayi bersandar pada
dada ibu
3.
Lengan ibu yang terdekat dengan matras atau selimut
gulung menyangga bayi
f.
Postur Austalia
1.
Ibu berbaring telentang
2.
Bayi bersandar pada dada ibu
3.
Posisi ini berguna saat ibu memiliki produksi ASI yang
banyak atau aliran ASI yang keras/cepat karena membuat bayi lebih mampu
menggerakkan kepalanya
2.1.5
Kebijakan –kebijakan Pemerintah RI
sehubungan penggunaan
ASI
1. Inpres
No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana penetapan bahwa salah satu
program usah perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
2. Permenkes
No.240/1985 melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat
promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih
baik mutunya dari paada ASI.
3. Permenkes
No.76/1975 menghapuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumka pada
label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah
dan cukup mencolok, melarang promosi susu formula yang di maksudkan sebagai ASI
disemua sarana pelayanan kesehatan.
4. Mengganjurkan
menyusui secar eksklusif sampi bayi
berumur 4-6 bulan dan mengganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
5. Melaksanakan
rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun suasta.
6. Meningkatkan
kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut terampil
dalam melaksanakan penyuluhan pada
masyarakat luas.
7. Upaya
penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di seluruh rumah sakit, rumah
bersalin, dan puskesmas.
8. Garis-Garis
besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program
Pembanggunan Nasional (PROPENAS)
menggamatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatkan mutu Sumber Daya
Manusia (SDM). Model dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi
dalam kandungan disertai pemberia Air Susu Ibu
(ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian hanya
ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.
2.2 Karakteristik Pemberian ASI Eksklusif
Karakteristik ibu menyusui
menurut Arini H :
a.
Umur
Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat
kematangan dan kekuatan seseorng akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan, persalinan dan menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh sebab itu,
yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam
pemberian ASI Eksklusif, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggapmasih
belum matang secara fisik, mental dan psikologi dalam menghadapi kehamilan,
persalinan serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya,
sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun,
selain itu bias terjadi resiko bawaan pada bayinya dan juga dapat mengakibatkan
kesulitan pada kehamilan, persalian dan
nifas.
Umur ibu sangat menetukan kesehatan maternal karena
berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengsuh
juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang
dan belum siap secara jasmani dan social dalam menghadapi kehamilan, persalinan
serta dalam membina bayi yang dilahirkan (Depkes RI, 1994). Sedangkan ibu yang
berumur 20-35 tahun, menurut Horlock (1997) disebut sebagai “masa dewasa” dan
disebut juga masa reproduksi, dimana pada masa ini diharapkan orang telah mampu
unuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional,
terutama dalam menghadapi kehamilan, persalian dan nifas serta merawat bayinya
nanti.
Pada primipara dengan usia 35 tahun ke atas dimana
reproduksi hormon relative berkurang, mengakibatkan proses laktasi menurun,
sedangkan pada usia (12-19 tahun) harus dikaji pula secara teliti karena
perkembangan fisik, psikologis, maupun sosialnya belum siap sehingga dapat
mengganggu keseimbangan psikologi dan dapat mempengaruhi dalam produksi ASI .
Husaini (1999) mengatakan bahwa umur 35 tahun lebih, ibu
melahirkan termasuk beresiko karena pada usia ini erat kaitannya dengan anemia
gizi yang dapat mempenngaruhi produksi ASI yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
penelitian Kusmayanti (2005) bahwa semakin meningkat umur maka persentase
berpengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi, wawasan dan
mobilisasi yang masih rendah.
Menurut pendapat Hurlock B.E. (2002), bahwa semakin
meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan seseorang dalam berfikir
dan bekerja juga akan lebih matang.
b.
Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh
seorang ibu. Seorang ibu dengan anak pertamanya mungkin akan mengalami masalah
ketika menyusui sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara yang sebenarnya
dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik yang dialami
orang lain, hal ini memungkin ibu ragu untuk memberikan ASI pada bayi nya .
Menurut Perinansia (2003), paritas dalam menyusui adalah
pengalaman pemberian ASI Eksklusif, menyusui pada anak sebelumnya, kebiasaan
menyusui dalam keluarga, serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh
terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan atau
petugas kesehatan lainnya, juga kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk
ibu yang pertama kali hamil.
Dalam pemberian ASI Eksklusif, ibu yang pertama kali
menyusui pengetahuannya terhadap pemberian ASI Eksklusif belum berpengalaman
dibandingkan dengan ibu yang sudah berpengalaman menyusui anak sebelumnya.
Menurut G.J.Ebrahim (1978) bahwa factor emosional dan
social menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat disebutkan
diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa kehamilan, persalinan,
terutama pengalaman menyusui pertamanya.
Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya
pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberiann ASI
Eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal.
Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya
terbuka menerima perubahan atau hal-hal yang baru guna pemeliharaan
kesehatannya. Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin
mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akanmenjadi pengetahuan.
Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan
ibu dalam memberikan ASI Eksklusif, hal ini dihubungkan dengan tingkat
pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggiakan mempunyai
pengetahuan yang luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Pergeseran paradigma itu dipicu oleh tingginya tingkat
kebutuhan hidup dan meningkatnya pemahaman kaum wanita tentang aktualisasi
diri. Pendidikan dan kebebasan informasi membuat para wanita kini lebih berani
memasuki wilayah pekerjaan lain yang dapat memberdayakan kemampuan dirinya
secara maksimal sehingga ibu tidak dapat memberikan ASI Eksklusif. Pendidikan
juga akan membuat seseorng terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman
sehingga informasi yang diterima akan jadi pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan Dini
Saraswati (2007) menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan
baik berada pada kategori pendidikan PT yaitu 40% (4 orang), sedangkan sebagian
kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD
yaitu 7,4% (2 orang). Dalam hal ini jelas bahwa dengan pengetahuan yang tinggi
wawasan dan usaha untuk mecari informasi akan lebih luas, karena orang yang
memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan memahami
informasi yang diterimanya bila dibanding dengan respoden yang berpendidikan
lebih rendah. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan
masyarakat lebih tepat dilaksanakan edukasi (pendidikan kesehatan).
c.
Pendidikan
Tingkat
pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang dapat mempenggaruhi tingkah
laku manusia. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan respon terhadap
sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka mereka yang
tidak berpendidikaan, karena mereka yang berpendidikan tinggi mampu menghadapi
tantangan dengan rasional.
Tingkat
pendidikan adalah proses dimana orang dihadapkan pada pengaru lingkungan
terpilih dan terkontrol, khususnya yang datang dari sekolah sehingga mereka
dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan
individu yang optimal. Manfaat menyusui hendaknya selalu ditekankan dari segi
pendidikan keluarga terutama pada masa remaja karena pendidikan sangat
mempengaruhi prilaku seseorang.
Dengan
pendidikan seseorang mengetahui sesuatu hal, seseorang yang mempunyain
pendididkan tinggi lebih cendrung mengetahui manfaat ASI di bandingkan dengan
yang berpendidikan lemah, sebab dengan pendidikan seseorang dapat lebih
mengetahui sesuatu hal.
Pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara dalam Hasbullah (2005) yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2005).
d.
Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluarganya.Pekerjaan ibu juga
diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan
ASI Eksklusif. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan
dengan pengetahiuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena
ibu yang bekerja di luar rumah ( sektor formal) memiliki akses yang lebih baik
terhadap berbagai informasi, terutama mendapatkan informasi tentang ASI
Eksklusif.
Seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan
pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Apabila ia tidak
bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, bekerja untuk
perempuan sering kalibukan pilihan tetapi karena pendapatan suami tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Menurust Utami Roesli (2005) bekerja bukan alas an untuk
menghentikan pemberian ASI Eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila
mungkin 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang
benar tentang menyusui, ada perlengkapan memerah ASI danm dukungan lingkungan
kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara Eksklusif.
Menurut hasil penelitian Andryani (2005) diperoleh bahwa
sebanyak 52,5 % ibu yang bekerja mempunyai pengetahui menyusui dengan baik dan
47,5 % ibu tidak bekerja memiliki pengetahuan kurang baik tentang ASI Eksklusif.
2.3
Kerangka Konsep
Bagan 2.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel
Dependen
Pemberian ASI
Eksklusif
|
Paritas
|
Pendidikan ibu
|
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis yang digunakan penulis adalah
deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif
(Notoatmodjo, 2005 ). Sedangkan jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu
berbentuk angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran (Arikunto,
2006 ).
3.2
Definisi Operasional
Definisi
operasional adalah pembatasan ruang lingkup atau pengertian variabel – variabel
yang diamati atau diteliti (Notoadmojo, 2002)
3.2.1
Variabel
Dependen
a. ASI Eksklusif
1.
Definisi Operasional :
Bayi hanya
diberikan air susu ibu tanpa makanan tambahan
lain
2.
Cara ukur :
Wawancara
3.
Alat ukur : Quesioner
4. Hasil ukur : 1. Ya :
Bila ibu memberikan
ASI Eksklusif
2. Tidak : Bila ibu tidak
memberikan ASI Eksklusif
(Utami Roesli, 2004).
5.
Skala ukur
: Ordinal
3.2.2
Variabel
Independen
b. Paritas
1.
Definisi Operasional : Jumlah
anak yang pernah
dilahirkan oleh seorang ibu
2.
Cara ukur :
Wawancara
3.
Alat ukur :
Quesioner
4.
Hasil ukur :1. Rendah : Jika jumlah anak ≤ 2
2.Tinggi : Jika jumlah anak
≥3
(Hartanto, 2003)
5.
Skala ukur :
Ordinal
c. Pendidikan
1.
Definisi Operasional : Tingkat pendidikan terakhir oleh
Ibu pada saat penelitian
2. Cara ukur : Wawancara
3. Alat ukur : Quesioner
4. Hasil ukur : 1. Tinggi : jika ibu
Berpendidikan ≥ SMA
2.Rendah : jika ibu
berpendidikan
< SMA
(Saifudin,2002)
5. Skala ukur : Ordinal
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian
1.3.1
Populasi
Populasi adalah kesuluruhan obyek
penelitian atau obyek penelitian yang diteliti (Notoadmojo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan yang datang ke Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
Yaitu sebanyak 36 orang.
1.3.2
Sampel
Sempel
penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Sampel adalah sebagian dari total
populasi
Sampel
penelitian ini adalah total dari keseluruhan populasi dalam penelitian, dalam
hal ini ibu-ibu yang membawa bayinya yang berusia diatas 6-12 bulan untuk
imunisasi atau berobat di Puskesmas Pembina Palembang pada saat penelitian.yaitu
sebanyak 36 orang.
3.4
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik
pengumpulan data
Data ini menggunakan data primer yaitu data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan menanyakan secara langsung kepada
respponden tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.
3.4.2 Instrumen
pengumpulan data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar Quesioner
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1
Tempat penelitian
Tempat yang
digunakan untuk penelitian adalah adalah Puskesmas Pembina Palembang.
3.5.2
Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan mulai tanggal 30 Agustus-06 September 2012
3.6
Teknik Pengolahan Data
Menurut
Notoatmodjo (2010) pengumpulan data dilakukan menggunakan:
a. Editing
Memilih atau menyortir
data sedemikian rupa sehingga hanya data yang dipakai saja yang tinggal. Hal
ini bermaksud untuk merapikan data agar bersih, rapi dan tinggal mengadakan
pengolahan lanjutan
b. Coding
Tahap ini merubah data
yang dikumpulkan kedalam bentuk yang lebih ringkas. Memberi kode untuk
masing-masing variabel terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah
diperiksa kelengkapannya.
c. Entry
Data
yang telah diberi kemudian dimasukkan ke dalam komputer
d. Cleaning
Merupakan
kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan, dilakukan bila terdapat
kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari
variable dan menilai kelogisannya.
3.7
Analisa Hasil Penelitian
Analisa hasil penelitian ini
menggunakan analisa univariat dimaksudkan untuk menjelaskan atau mendeskrifsikan
karakteristik setiap variabel penelitian, yaitu : umur dan paritas (Notoaatmodjo, 2010).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1
Profil Puskesmas Pembina Palembang
4.1.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Pembina Palambang
Puskemas Pembina terletak di kecamatan seberang ulu I
tepatnya dikelurahan silaberanti. Puskesmas ini terletak di pinggir jalan
sehingga masyarakat yang memerlukannya mudah untuk menjangkaunya.
Puskesmas ini dahulunya adalah sebuah klinik bersalin
yang merupakan cabang dari Rumah Sakit Umum
M.Husin, sehingga sampai dengan saat ini Puskesmas Pembina dikenal
sebagai sebuah puskesmas dengan tempat tidur khusus bersalin yang buka 24 jam
dengan berbagai macam kegiatan sebagai Puskesmas lainnya disertai dengan adanya
kehadiran Dokter Spesialis Kebidanan, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dan Dokter mudah.(Calon Dokter).
4.1.1.2
Sejarah
Kepemilikan Puskesmas Pembina Palembang
Puskesmas Pembina dahulunya adalah sebuah klinik
bersalin yang merupakan klinik cabang Rumah Sakit Umum M.Husin (RSU Palembang
dahulunya) klinik bersalin ini cukup ramai di kunjungi oleh masyarakat yang
membutuhkannya. Dengan semakin ramainya pengunjung dan semakin luasnya
kebutuhan kesehatan masyarakat sekitar klinik bersalin ini di kembangkan
menjadi sebuah klinik yang dikelola oleh Dinas Kewsehatan Palembang.
Sehingga
semenjak tanggal 2 mei 1993 klinik bersalin cabang Rumah Sakit Umum M.Husin ini
diserahkan pengelolanya kepada pemerintah Daerah Kota Palembang yang
pelaksanaanya diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang yang diberi nama
Puskesmas Pembina 8 ulu, oleh karenanya sejak saat itu dalam pelaksanaan
kesehatannya puskesmas selalu dalam pengawasan Dinas Kesehatan Kota Palembang.
Berdasarkan SK Walikota Palembang pada tanggal 1 April
1994 nama Puskesmas Pembina 8 ulu diganti menjadi PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG
dengan wilayah kerja meliputi kelurahan 8 ulu dan kelurahan Silaberanti. Sejak
tanggal 17 Juli 2003 berdasarkan keputusan walikota nomor 599 tahun 2003
Puskesmas uji coba “Swakelola”.
Dengan adanya perjanjian kerjasama PT.Asuransi
Kesehatan Indonesia cabang Palembang dan Puskesmas Puskesmas Pembina Palembang
nomor:PKS/0601/1203 maka terhitung sejak tanggal 1 Desember 2003 Puskesmas
Pembina Palembang melayani pemeliharaan kesehatan untuk peserta Askes keluarga.
4.1.1.3
Letak
Gegrafi
Puskesmas Pembina terletak di Jl. Ahmad Yani Kelurahan
Silaberanti ke seberang ulu I, letak Puskesmas Pembina ini tepat dipinggir
jalan raya yang cukup strategis dan mudak dijangkau oleh masyarakat, selain itu
juga banyak dilalui kendaraan umum.
Wilayah
kerja 2 kelurahan yaitu kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 ulu, dengan luas
wilayah kerjanya + /- 678 Ha.
Table
luasnya wilayah Puskesmas Pembina
No
|
Nama
Kelurahan
|
Luas
wilayah
|
1
|
Kelurahan Silaberanti
|
381 Ha
|
2
|
Kelurahan
8 ulu
|
297 Ha
|
|
Total
|
678 Ha
|
Wilayah kerja Puskesmas Pembina berbatsan dengan :
·
Sebelah Utara
berbatasan dengan 8/10 ulu
·
Sebelah Selatan
berbatasan dengan 13 ulu
·
Sebelah Barat
berbatasan dengan 7 ulu
·
Sebelah Timur
berbatasan dengan plaju ilir
Kondisi geografis wilayah kerjanya
terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa.
4.1.1.4
Keadaan Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Pembina kelurahan Silaberanti
dan kelurahan 8 ulu dengan keadaan social ekonominya, mata pencaharian penduduk
kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 ulu hamper sama yaitu :
·
Buruh Kasar
·
Pegawai Negeri
·
Pedagang
·
Pensiuman
·
Pengrajin
4.1.1.5
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Puskesmas
Pembina memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui 6 program pokok
Puskesmas beserta 3 program spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya
permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta tuntutan dan kebutuhan
masyarakat.
6
(enam) Program
pokok Puskesmas tersebut adalah :
1. Promosi Kesehatan (Promkes)
2. Sanitasi (Kesehtan Lingkungan)
3. KIA/KB
4. Gizi
5. Pencegahan dan pemberantasan
6. Pengobatan
Tiga Program spesifik
yang dilaksanakan Pembina adalah :
1.
Klinik Kesehatan
Reproduksi
2.
Klinik Gilingan
mas
3.
Klinik Gawat
darurat
Fasilitas
yang disediakan di Puskesmas Pembina adalah sebagai berikut :
1.
Klinik Pelayanan
Kesehatan Ibu (KIA/KB)
2.
Klinik Pelayanan
Kesehatan Anak (BP Anak)
3.
Klinik Pelayanan
Kesehatan Umum (Bp Dewasa)
4.
Klinik Pelayanan
Kesaehatan Gigi (Bp Gigi)
5.
Klinik Pelayanan
Kesehatan Spesialis (BP spesialis)
a.
Spesialis
Kebidanan
b.
Spesialis Anak
c.
Spesialis Dewasa
6.
KLinik Sehat
(Gilingan Mas)
7.
Klinik ini
melayani :
a.
Konsultasi Gizi
b.
Imunisasi
c.
Konsultasi
Kebidanan Lingkungan (sanitasi)
d.
Laboratorium
e.
Penyuluhan
Kesehatan
f.
Lain-lain
4.1.1.6 Fasilitas Penunjang
Pelayanan kesehatan
Untuk penunjang Keberhasilan Puskesmas Pembina dalam
rangka pelayanan kesehtan oada masyarakat maka seluruh karyawan harus
berpedoman pada visi, misi,motto danm nilai Puskesmas Pembina serta
pelaksanaannya harus berpedoman pada protap-protap (standar pelayanan) yang
harus dilakukan.
1. Visi
·
Tercapainya
Kelurahan 8 ulu dan Kelurahan Silaberanti sehat yang optimal tahun 2011
2. Misi
·
Memasyarakatkan
paradigma sehat pada semua pihak
·
Meningkatkan
profesionalisme seluruh petugas kesehatan yang berorientasi pada standar
pelayanan kesehatan
·
Pengadaan sarana
dan prasarana kesehatan yang bermutu prima
·
Memberdayakan
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada
3. Motto
·
Tanpa anda kami
tiada arti
·
Anda sehat kami
puas
4. Nilai
·
Rama-rama dan
keterbukaan
5. Protap
·
Terlampir
4.4.4.7 Jumlah tenaga kerja Puskesmas Pemmbina
Palembang
Sesuai dengan komitmen yang telah disepakati bersama antara
pimpinan dan seluruh staf Puskesmas Pembina maka diadakan jadwal pembelajaran
dan pelatihan baik di dalam maupun di luar Puskesmas Pembina, hal bertujuan
untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan Sumber Daya Manusia yang ada di
Puskesmas Pembina.
Puskesmas
Pembina memiliki 37 orang tenaga kerja untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan
sehari-harinya, Puskesmas Pembina dipimpin oleh seorang pimpinan Puskesmas yang
sejak 2009 dijabat Dr. HJ.Erfiana Umar M.Kes untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel ini :
Tabel 4.4.4.7 Jumlah Tenaga Kerja Puskesmas Pembina Palembang
No
|
Keterangan
|
Jumlah
|
1
|
Dokter Umum
|
1 Orang
|
2
|
Dokter Spesialis Kandungan
|
1Orang
|
3
|
Dokter gigi
|
1 Orang
|
4
|
Magister Kesehatan
|
1 Orang
|
5
|
Sarjana Kesehatan Masyarakat
|
9 Orang
|
6
|
Perawat Ahli Madya
|
40 Orang
|
7
|
Perawat
|
4 Orang
|
8
|
Perawat gigi
|
3 Orang
|
9
|
Bidan
|
7 Orang
|
10
|
Asisten apoteker
|
2 Orang
|
11
|
Sanitarian
|
2 Orang
|
12
|
Petugas gizi
|
1 Orang
|
13
|
Analisis
|
1 Orang
|
|
Jumlah
|
37 Orang
|
( Sumber: Profil Puskesmas
Pembina Palembang Tahun 2012)
4.1.1.7 Gambaran
khusus / Ruangan tempat dilakukan penelitian
`Penelitian dilakukukan di Ruangan KIA,dimana ruangan
KIA ini terdapat 7 orang bidan, Ruangan kesehatan Ibu dan Anak ini melayani ibu
hamil, nifas,menyusui,Kb,bayi dan Balita sakit
4.1.2
Analisa
Data
Analisa data dengan menggunakan analisa univariat, hasil analisa data
akan ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekwensi dan dibahas sesuai
dengan teori, yang menjadi sampel penelitian ini adalah seluruh Ibu yang
mempunyai bayi Umur 6-12 bulan.
4.1.2.1. Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.2.1.
Distribusi
Frekuensi Ibu berdasarkan pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina
Palembang
Tahun 2012
No
|
ASI
Eksklusif
|
Frekuensi
|
Persentasi
|
1
|
Ya
|
12 orang
|
33,3 %
|
2
|
Tidak
|
24 orang
|
66,7%
|
|
Total
|
36 orang
|
100 %
|
Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang tidak menyusui
secara Eksklusif proporsinya lebih besar yaitu 24 orang (66,7 %), Dibandingkan
dengan yang menyusui secara Eksklusif
yaitu 12 orang (33,3 %).
4.1.2.2
Paritas terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Table
4.2.2.
Distribusi
Frekuensi Paritas pemberian ASI Eksklusif pada di Puskesmas Pembina Palembang
tahun
2012
No
|
Paritas
|
Frekuensi
|
Persentasi
|
1
|
Tinggi
|
13
orang
|
36,1
%
|
2
|
Rendah
|
23
orang
|
63,9
%
|
|
Total
|
36
orang
|
100
%
|
Dari tabel dapat dilihat bahwa responden
yang memiliki paritas rendah proporsinya lebih besar yaitu 23 orang (63,9 %),dibandingkan
dengan responden yang memiliki paritas tinggi proporsinya yaitu 13 orang (36,1 %).
4.1.2.3
Pendidikan
ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif
Table 4.2.3.
Distribusi
Frekuensi Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI E ksklusif di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2012.
No
|
Pendidikan
|
Frekuensi
|
Persentasi
|
1
|
Tinggi
|
19
|
52,8 %
|
2
|
Rendah
|
17
|
47,2 %
|
|
Total
|
36
|
100 %
|
Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang
berpendidikan tinggi proporsinya lebih besar yaitu 19 orang (52,8 %), dibandingkan responden yang
berpendidikan rendah proporsinya hanya 17 orang (47,2 %).
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pembina Palembang
pada tanggal 30 Agustus-06 September tahun 2012. Jumlah sampel dalam penelitian
sebanyak 36 orang. Selanjutnya data yang telah dikumpulakan diolah dan
dilakukan analisa data dengan
menggunakan program komputerisasi SPSS.
Jumlah responden penelitian ini 36 orang. dari
analisis responden yang menyusui secara Eksklusif proporsinya 13 orang (36,1 %),
sedangkan yang tidak menyusui Eksklusif yaitu 23 orang (36,9 %).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif yaitu umur, Paritas dan pekerjaan.
4.2.1.
Paritas
Dalam
penelitian ini paritas dikategorikan menjadi dua yaitu : Tinggi Jika jumlah anak
≥3 dan Rendah Jika jumlah anak ≤ 2.
Menurut
hasil bivariat menunjukkan responden yang memiliki paritas rendah yang menyusui
secara Eksklusif 7 orang (58,3 %) tidak
menyusui secara Eksklusif 16 orang (66,7 %). Sedang yang memiliki Paritas
tinggi yang menyusui secara Eksklusif 5 orang (41,7 %) dan yang tidak menyusui
secara Eksklusif 8 orang (33,3 %).
Menurut G.J.Ebrahim (1978)
bahwa faktor emosional dan social menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah
satu faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman
selama masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui pertamanya.
Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa ibu yang
dikategorikan memiliki paritas rendah lebih banyak memberikan ASI dibandingkan
dengan ibu yang memiliki paritas tinggi Karena yang sangat mendukung penerapan
dari Pemberian ASi Eksklusif bukan hanya dari pengalaman tetapi yang sangat
mempengaruhi yaitu pengetahuan dari seorang ibu.
Dari hasil
analisis univariat didapatkan responden yang memiliki parita rendah proporsinya
23 orang
(63,9 %) sedangkan yang berpendidikan tinggi 13 orang (36,1 %).
4.2.2. Pendidikan
Dalam penelitian ini pendidikan dikategorikan menjadi
dua yaitu : tinggi (bila tamat ≥ SMA) dan rendah (bila tamat ≤ SMA).Dari hasil
analisis univariat didapatkan responden yang berpendidikan tinggi 19 orang
(52,8 %) sedangkan responden yang berpendidikan rendah 17 orang (47,2 %).
Menurut hasil bivariat menunjukkan responden
berpendidikan tinggi menyusui secara Ekslusif
7 orang (58,3 %) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif 12 orang (50
%). Sedangkan responden yang berpendidikan rendah yang menyusui secara
Eksklusif 5 orang (41,7 %%) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif 12 orang
(50 %).
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan
Dini
Saraswati (2007) menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan
baik berada pada kategori pendidikan PT yaitu 40% (4 orang), sedangkan sebagian
kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD
yaitu 7,4% (2 orang). Dalam hal ini jelas bahwa dengan pengetahuan yang tinggi
wawasan dan usaha untuk mecari informasi akan lebih luas, karena orang yang
memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan memahami
informasi yang diterimanya bila dibanding dengan respoden yang berpendidikan
lebih rendah. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan
masyarakat lebih tepat dilaksanakan edukasi (pendidikan kesehatan).
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ibu
dengan kategori berpendidikan tinggi (Tamat ≥ SMA) lebih banyak memberikan ASI
Eksklusif dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (tamat < SMA). Sebab
ibu yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas
mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif dibandingkan ibu yang berpendidikan
rendah sehingga pendidikan mempengaruhi terhadap pemberian ASI Eksklusif.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang Gambaran Paritas
dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina
Palembang tahun 2012 pada tanggal 01-06 September tahun 2012, maka penulis
dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Dari 36
orang yang datang ke Puskesmas Pembina
Palembang pada tahun 2012, ibu yang menerapkan pemberian ASI Secara Eksklusif
sebanyak 12 orang (3,33 %) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 24
orang (66,7 %).
2.
Dari 36 orang
yang datang ke Puskesmas Pemina Palembang tahun 2012, yang memiliki paritas
yang tinggi 13 orang (36,1 %) dan yang memiliki paritas yang rendah sebanyak 23
orang (63,9 %).
3.
Dari 36 orang
yang datng ke Puskesamas Pembina tahun 2012, yang berpendidikan tinggi sebanyak
19 orang (58,2 %) dan yang berpendidikan rendah sebanyak 17 orang (47,2 %).
5.2. Saran
5.2.1 Bagi Pihak Puskesmas
Di harapkan lebih dapat lebih dalam memberikan
informasi mengenai kesehatan dan lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan terutama
mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi bayi.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar penelitian ini menjadi
bahan referensi dan merupakan informasi lengkap yang bermanfaat untuk mahasiswa
Akademi Kebidanan Pondok Pesantren Assanadiyah Palembang khususnya tentang
pemberian ASI Eksklusif.
5.2.3 Bagi Peneliti Yang Akan Datang
Diharapkan peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian tentang
pemberian ASI Eksklusif di tempat yang berbeda, sehingga kita semua mengetahui
betapa pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi ibu dan bayi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASI Eksklusif atau lebih tepat
pemberian ASI secara Eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa
makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6
bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005)
Demikian
halnya dengan volume Air Susu Ibu (ASI) yang semakin banyak, sesuai kebutuhan
bayi yang semakin tinggi, berkaitan dengan penyusuan. Pada hari ke-10
diproduksi ASI matur. Komposisi ASI yang keluar saat isapan-isapan pertama bayi
(formilk) berbeda dengan komposisi
ASI yang terkandung dalam isapan-isapan akhir bayi (hindmilk). Hindmilk mengandung lemak dan karbohidrat yang lebih
banyak ketimbang formilk (Iswati,
2009).
Menurut ahli gizi anak United Nation Childrens Fund (UNICEF), Felicity Savage King mengatakan,
pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada sistem endokrin yakni pelepasan
hormon prolaktin dan oxitosin yang akan mempengaruhi sikap dan pola asuh ibu
terhadap perkembangan emosional dan otak anak. Sehingga anak-anak yang tidak
mendapatkan ASI cenderung lebih beresiko terkena depresi dan masalah emosional
lainnya (Sitopeng, 2008).
Sebuah
analisis menerangkan bahwa memberikan ASI selama 6 bulan dapat
menyelamatkan 1,3 juta jiwa diseluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang
setelah kelahiran. Sementara itu, menurut (UNICEF), ASI eksklusif dapat menekan
angka kematian bayi di Indonesia. UNICEF menyatakan bahwa 30.000 kematian bayi
di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahun bisa di
cegah melalui pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sejak sejam pertama
setelah kelahirannya tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi
( Prasetyo, 2009 )
Berdasarkan
survei International di Indonesia, diketahui bahwa rata-rata bayi Indonesia
hanya mendapatkan ASI eksklusif selama 1,7 bulan. Padahal, kajian World
Health Organization (WHO) yang dituangkan dalam Keputusan mentri No. 450
menganjurkan agar bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Turunnya angka ini
terkait pengaruh sosial budaya di masyarakat, yang menganjurkan supaya bayi
diberikan makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan (Prasetyo, 2009).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007-2008 pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 2 bulan hanya 64%.
Persentase ini menurun dengan jelas menjadi 45% pada bayi berumur 2-3 bulan dan
14% pada bayi berumur 4-5 bulan. Hanya 40% bayi mendapatkan ASI dalam satu jam
kelahiran sedangkan pemberian ASI eksklusif di kota Surabaya dari 15.983 bayi
berusia 6 bulan, hanya 3.302 bayi diantaranya yang mendapat ASI. Baru sekitar
20,66% bayi mendapat ASI secara eksklusif (Ririn, 2009).
Data dari Dinas Kesehatan (DINKES)
Sumatera Selatan tahun 2009 tentang cakupan pemberian ASI Eksklusif di OKU
mencapai 46,94%, OKI mencapai 73,39%, Muara Enim mencapai 19,05%, Lahat
mencapai 15,51%, Musi Rawas mencapai 49,26%, Musi mencapai 48,97%, OKU Selatan
mencapai 12,29%, OKU Timur mencapai 6,44%, Ogan Ilir mencapai 77,63%, Empat
Lawang mencapai 11,4%, Palembang mencapai 31,26%, Prabumuli mencapai 11,83%,
Pagar Alam mencapai 74,19%, Lubuk Linggau mencapai 19,22% (Dinas Kesehatan
Sumatera Selatan tahun 2009).
Cakupan
pemberian ASI Ekslusif untuk Kota Palembang Tahun 2010
sebesar 41.51%. Cakupan ini masih jauh di bawah target pencapaian
pemberian ASI Ekslusif Indonesia yaitu 80% (Dinkes, 2010)
Data yang diperoleh dari Puskesmas
pembina Palembang tahun 2009, 100 % bayi diberi ASI secara Eksklusif dengan jumlah
bayi sebanyak 410 orang. Data yang diperoleh dari Puskesmas Pembina tahun 2010,
jumlah bayi sebanyak 338 orang,
diantaranya yang mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 210 orang (62,13 %)
dan yang tidak mendapatkan ASI secara
Eksklusif sebanyak 128 orang (37,86%). Sedangkan data yang diperoleh dari Puskesmas Pembina Palembang tahun 2011,
jumlah bayi sebanyak 179 orang, diantaranya yang mendapatkan ASI secara
Eksklusif sebanyak 142 orang (79,3 %) dan yang tidak mendapatkan ASI secara
Eksklusif sebanyak 37 orang (20,7 %) (medical
Record Puskesmas Pembina Palembang).
Berdasarkan
uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “ Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap
Pemberian ASI Eksklusif
di
Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut “ Bagaimana Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI
Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.3 Tujuan
Penelitian
1.3.1. Tujuan
Umum
Diketahuinya Gambaran
Paritas dan Pendidikan Ibu tentang ASI Eksklusif di
Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya Gambaran
Paritas Terhadap Pemberian ASI Eksklusif
di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012
1.3.2.2 Diketahuinya Gambaran
Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas
Pembina Palembang Tahun 2012
1.4 Manfaat
Penelitian
a.
Bagi peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan
sebagai pengalaman nyata yang sangat berharga dalam mengintegrasikan
pengetahuan yang bersifat teoritik dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
b.
Bagi Puskesmas
Pembina Palembang
Penelitian ini dapat memberikan
tambahan informasi tentang Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian
ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang.
c.
Bagi Akademi Kebidanan Pondok
Pesantren Assanadiyah Palembang
Penelitian ini dapat berguna sebagai
bahan informasi dan tambahan wacana yang terus dikembangkan mengenai ASI
Eksklusif.
Lebih lanjut penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dijadikan dasar
bagi rekan – rekan mahasiswi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
d.
Bagi peneliti lain
Bisa bermanfaat bagi peneliti lain
sebagai informasi dan bahan perbandingan tentang hasil penelitian yang
berkaitan dengan Pemberian ASI Eksklusif.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 ASI
Eksklusif
2.1.1
Konsep Dasar ASI Eksklusif
a. ASI
ASI adalah
susu yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai konsumsi bayi dan merupakan
sumber gizi utama bayi yang belum sanggup mencerna makanan padat.
(Kusumawardhani, 2010)
b. ASI Eksklusif
ASI eksklusif
atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air
susu tanpa makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6 bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono,
2005).
ASI eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain dan tanpa tambahan
makanan lain yang diberikan pada bayi berumur 0 - 6 bulan (Dinkes, 2008).
Riset media
mengatakan bahwa ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada 6 bulan
pertama bahkan pada usia lebih dari 6 bulan.
Dukungan
Ibu dari berbagai pihak agar target ASI eksklusif selama 6 bulan berhasil
dicapai :
Anjuran Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) agar para ibu memberikan ASI eksklusif setidaknya selama 6 bulan
pertama kehidupan bayinya dianggap sekelompok ilmuwan sebagai anjuran idealistis
ketimbang realistis.
Sebuah penelitian di
Skotlandia terhadap 36 perempuan hamil dan orang yang mendampingi si ibu hamil
(ibu atau suami ibu hamil), mendapati, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
adalah hal yang berat.
Penelitian yang dilakukan selama
6 bulan sebelum melahirkan hingga 6 bulan setelah para responden melahirkan ini
mendapati, perasaan memberi ASI eksklusif tidak seperti yang dikatakan orang.
Pendidik laktasi, Desirre
Andrews, ibu dari 4 anak di Colorado Springs, Amerika Serikat, mengatakan,
pemberian ASI eksklusif sebenarnya bukan masalah rumit. "Saya rasa
perempuan butuh didengarkan akan kebutuhan mereka agar bisa berhasil mencapai
tujuan pemberian ASI selama 6 bulan."
2.1.2
Manfaat Pemberian ASI
Menurut Kusumawardhani, manfaat dari pemberian ASI meliputi :
1. Bagi Bayi
a. Sebagai sistem imunitas yang baik
Bayi
yang mendapatkan ASI dari ibunya akan memilikki sistem imunitas ( daya tahan
tubuh ) yang lebih baik dari pada bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI. Kadar
imunoglobulin ( zat-zat yang membentuk kekebalan tubuh ) yang sangat tinggi
terdapat pada kolostrum, yaitu cairan kuning kental yang merupakan ASI pertama
yang keluar setelah ibu melahirkan. ASI juga mengandung kekebalan tubuh ( antibodi ) yang akan dapat memberikan
perlindungan alami bagi bayi baru lahir.
b.
Memiliki IQ yang tinggi
Berdasarkan
penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki IQ ( intelligence Quotient ) lebih tinggi dari pada bayi yang tidak
pernah mendapatkan ASI.
c.
Perkembangan psikomotorik lebih cepat
Menurut
penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, memiliki perkembangan psikomotorik yang
lebih cepat dari bayi yang tidak mendapatkan ASI. Bayi yang mendapatkan ASI
dapat berjalan dua bulan lebih cepat
dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu formula.
d.
Menunjang perkembangan kognitif
Bayi yang
mendapat ASI, akan memiliki perlindungan gigi yang lebih baik, sebab, adanya
kadar selenium ( mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai
antidioksidan untuk meredam aktifitas radikal bebas ) dalam ASI yang cukup
tinggi.
e.
Menunjang perkembangan penglihatan
Bayi yang
mendapat ASI, akan memiliki perkembangan penglihatan yang baik. Sebab, didalam
ASI mengandung asam omega 3.
f.
Membantu bayi cepat berbicara
Saat
menyusu pada ibu, bayi melakukan gerakan mengisap yang lebih kuat sehingga akan
membantu memperkuat otot pipi. Hal ini dapat membantu bayi cepat berbicara.
g.
Memperkuat ikatan batin antara ibu dan
bayi
Saat
menyusui , ibu dan bayi akan bersentuhan
kulit. Hal ini akan memberikan rasa hangat dan nyaman. Proses menyusui ini akan
meningkatkan kedekatan antara bayi dan ibu
h.
Membantu sistem pencernaan
ASI
merupakan susu yang paling aman. sebab, cenderung bebas dari bakteri. Hal ini
akan membuat bayi tidak mendapat masalah dalam proses pencernaannya.
2. Bagi Ibu
1. Mencegah
perdarahan
Menyusu bayi
setelah lahir, dapat merangsang kontraksi otot-otot pada saluran ASI dan
membuat ASI keluar
2. Mencegah anemia
defisiensi zat besi
Dengan menyusui,
dapat mencegah perdarahan pascapersalinan. Hal ini dapat mengurangi terjadinya
resiko defisiensi ( kekurangan ) darah yang menyebabkan anemia pada ibu.
3. Mengurangi
berat badan
Ketika
menyusui, jumlah kalori yang terbakar adalah sebesar 200 hingga 500 kalori per
hari. Hal ini tentu saja dapat membantu ibu mengurangi berat badan
4. Sebagai
ungkapan kasih sayang
Saat menyusui,
hubungan batin ibu dan anak akan bertambah kuat. Ibu akan merasa dibutuhkan dan
bahagia karena dapat memberikan sesuatu untuk sang bayi. Sedangkan, bayi akan
merasa aman dan nyaman dalam pelukan ibunya.
5. Mengurangi
resiko terkena kanker payudara dan ovarium
Menyusui dapat
mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium. Diperkirakan
pencegahannya mencapai 25 %.
6. Sebagai alat
kontrasepsi
Pemberian ASI
secara Eksklusif dapat berfungsi sebagai alat kontrasepsi. Isapan bayi pada
payudara ibu akan merangsang hormon prolaktin yang berfungsi menghambat
terjadinya pematangan sel telur sehingga menunda kesuburan.( wahyu Media 2010 )
3.
Bagi Negara
a. Penghematan
devisa untuk pembelian susu formula serta perlengkapan menyusui.
b. Menciptakan
generasi penerusan bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membanggun negara.
c. Awal untuk mengurngi
bahkan menghindari kemungkinan terjadinya generasi yang
hilang khususnya bagi Indonesia.
2.1.3
Komposisi yang terkandung dalam ASI
Menurut Arini H, Komposisi yang
terkandung dalam ASI meliputi :
1.
Protein
Protein dalam ASI mencapai kadar yang lebih dari cukup untuk pertumbuhan
optimal, sementara ASI juga mengandung muatan yang mudah larut yang sesuai
untuk ginjal bayi yang belum matang.
2.
Lemak
Seperti halnya substansi protein dalam ASI dapat membantu absorsi lemak. Fungsi
kolesterol dengan kadar tinggi dalam ASI tidak sepenuhnya dipahami tetapi di
perkirakan bahwa kadar awal ini dapat mempengaruhi tubuh dalam menangani suatu
substansi di kemudian hari.
3.
Karbohidrat – Laktosa
Perkembangan
sistem saraf pusat merupakan bagian dari fungsi laktosa dalam ASI, laktosa juga memberi sekitar 40%
kebutuhan energi bayi. Asupan laktosa yang berlebihan kadang-kadang dicurigai
terjadi pada bayi yang mendapat ASI, yang bersifat mudah marah, gelisah dan
konsistensi feces encer.
4.
Vitamin
ASI
memberi vitamin yang cukup bagi bayi, walaupun kadarnya bervariasi sesuai
dengan alat maternal. Penting bagi bayi untuk mendapatkan kolostrum dan kemudian susu awal untuk
memastikan bahwa vitamin yang larut diperoleh bayi pemancaran sinar matahari
selama 30 menit setiap minggu ke kepala dan tangan menghasilkan vitamin D yang
cukup.
5.
Mineral
Protein
dalam ASI mencapai kadar yang lebih dari cukup untuk pertumbuhan optimal,
sementara ASI juga mengandung muatan yang mudah larut yang sesuai untuk ginjal
bayi yang belum matang.
6.
Kolostrum
Cairan kental yang berwarna kekuningan-kuningan yang
dihasilkan pada sel alveoli payudara ibu. Sesuai untuk kapasitas pencernaan
bayi dan kemampuan ginjal bayi baru lahir yang belum mampu menerima makanan
dalam volume basar dan melapisi bagian dalam saluran pernapasan dan mencegah
kuman penyakit memasuki saluran pernapasan.
7.
Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses
pembentukan energi yang
diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi
lagi.Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula (IDAI Cab. DKI
Jakarta, 2008).
Tabel 2.1
Perbedaan komposisi
kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur
Kandungan
|
Kolostrum
|
ASI
Transisi
|
ASI Matur
|
Energi
(kgkal)
|
57,0
|
63,0
|
65,0
|
Laktosa
(gr/100 ml)
|
6,5
|
6,7
|
7,0
|
Lemak
(gr/100 ml)
|
2,9
|
3,6
|
3,8
|
Protein
gr/100 ml
|
1,195
|
0,965
|
1,324
|
Mineral
(gr/100 ml)
|
0,3
|
0,3
|
0,2
|
Immunoglobin
:
|
|
|
|
Ig A
(mg/100 ml)
|
335,9
|
-
|
119,6
|
Ig G
(mg/100 ml)
|
5,9
|
-
|
2,9
|
Ig M
(mg/100 ml)
|
17,1
|
-
|
2,9
|
Lisosin
(mg/100ml)
|
14,2-16,4
|
-
|
24,3-27,5
|
Laktoferin
|
420-520
|
-
|
250-270
|
(Taufan Nugroho, 2011)
2.1.4 Tiga bentuk
ASI dengan karakteristik dan Komposisi yang berbeda
Dr.
Taufan Nugroho membagi Tiga bentuk ASI dengan
karakteristik dan Komposisi yang berbeda :
1. Kolostrum
Kolostrum adalah cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda
karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150-300
ml/hari
a.
Berwarna kuning jernih dengan protein
berkadar tinggi
b.
Mengandung : imunoglobin, laktoferin,
ion-ion (Na, Ca, K, Zn, Fe)
vitamin
(A,D,E,K) lemak dan rendah laktosa.
c.
Pengeluaran kolostrum berlansung sekitar
dua tiga hari dan diikuti ASI yang mulai berwarna putih.
2. ASI Transisi (peralihan/antara)
ASI transisi adalah ASI yang
dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak dan laktosa lebih
tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah. ASI antara, mulai berwarna
bening dengan susunan yang disesuaikan kebutuhan bayi dan kemampuan mencerna
usus bayi.
3. ASI sempurna (ASI matang)
ASI sempurna adalah ASI yang
dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300-850
ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Pengeluaran ASI penuh sesuai dengan
perkembangan usus bayi, sehingga dapat menerima susunan ASI sempurna.
2.1.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi
produksi ASI
Menurut Dr. Taufan Nugroho
Faktor-Faktor yang mempengaruhi produksi ASI meliputi :
1. Frekuensi
pemberian susu
Pada
studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bawa produksi ASI akan optimal
dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan.
Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu.
Studi
lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa
frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah
melahirkan beruhubungan dengan produksi ASI yang cukup. Berdasarkan hal ini
direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal
setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan
stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
2. Berat bayi
saat lahir
Hubungan
berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk
menghisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat
bayi pada hari ke dua dan usia satu bulan sangat erat berhubungan dengan
kekuatan menghisap yang mengakibatkan perbedaan yang besar dibanding bayi yang
mendapat formula. Penelitian menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan
frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah melahirkan. Bayi
berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah
dibanding dengan bayi yang berat lahir normal ( > 2500 gr). Kemampuan
menghisap bayi lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang
lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi
hormon prolaktif dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
3. Usia kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)
sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI
lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan
menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum
sempurnanya fungsi organ.
4. Usia ibu dan paritas
Umur
parintas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang
diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Penelitian luar menemukan bahwa pada ibu menyusui
usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan pengukuran
pertumbuhan 22 bayi dari 15 bayi. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu
kali, produksi ASI pada hari keempat setelah melahirkan lebih tinggi dibanding
ibu yang melahirkan pertama kali.
5.
Stres dan penyakit akut
Ibu
yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mengganggu produksi ASI
karena menghambat pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa
rileks dan nyaman. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji dampak dari
berbagai tipe stres ibu khususnya kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi
ASI.
6. Mengkonsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan
mengganggu horman prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan
mentsimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan
oksitosin. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan penyapihan
dini meskipun volume ASI elitian diluar
men dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara
langsung. Meskipun demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu
perokok yang masih menyusui 0-6 minggu setelah melahirkan lebih sedikit
daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi
dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Studi lain mengemukakan
bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok per hari mempunyai prolaktin
30 – 50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan
dibanding dengan yang tidak merokok.
7. Mengkonsumsi alkohol
Penggunaan
pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan
volume dan durasi ASI sebaiknya bila pil hanya mengandung progestin maka
tidak ada dampak terhadap volume ASI. Berdasarkan hal ini WHO
merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil
kontrasepsi.
2.1.4
Tujuh Langkah Keberhasilan ASI
Eksklusif
Sepuluh langkah yang terpenting dalam persiapan
keberhasilanmenyusui secara Eksklusif menurut Departemen Kesehatan RI (2005) adalah sebagai
berikut
1)
Mempersiapkan payudara ibu jika diperlukan
2)
Mempelajari ASI dan tata laksana
menyusui
3)
Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya
4)
Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” seperti “Rumah
sakit sayang bayi “ atau “ Rumah
bersalin yang sayang bayi”.
5)
Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara
eksklusif
6)
Mencari ahli persoalan menyusui seperti
klinik laktasi atau konsultasi untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran
7)
Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan
menyusui.
5.1.6
Faktor-faktor pendukung keberhasilan
pemberian ASI
1)
Ibu harus yakin bahwa mampu menyusui
bayinya.
2) Ibu cukup
minum (8-12 gelas/hari)
3) Ibu dalam
keadaan pikiran tenang dan damai
4) Perhatian cara meletakkan bayi dan cara
meletakkan puting pada mulut bayi dan benar
5) Makin sering
payudara dihisap bayi, makin banyak produksi susu untuk bayi.
6) Pengertian dan
dukungan keluarga, terutama dari suami sangat penting.
(Siregar
Arifin,2004)
5.1.7
Posisi
menyusui
Menurut
Karin Cadwell dan Cindy Turner-Maffei menyebutkan berbagai macam posisi dalam
menyusui :
a.
Postur timangan atau Madona
1.
Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman
2.
Bayi berbaring miring menghadap ibu
3.
Sisi kepala dan tubuh bayi berada di lengan bawah ibu
di sebelah payudara yang diisap
b.
Postur timangan-menyilang
1.
Ibu duduk denhgan postur tubuh yang nyaman
2.
Bayi berbaring miring menghadap ibu
3.
Sisi tubuh bayi berada di lengan bawah ibu pada sisi
yang berlawanan dengan payudara yang digunakan untuk menyusui
4.
Tangan menyangga leher dan bahu bayi sedemikian rupa
agar bayi dapat menengadahkan lehernya
c.
Postur football atau mengepit
1.
Ibu duduk dengan posisi yang nyaman
2.
Bayi berbaring telentang, meringkuk diantara sisi dada
dan lengan ibu
3.
Tubuh bagian atas bayi disangga oleh lengan bawah ibu
4.
Tangan ibu menyangga leher dan bahu bayi
5.
Pinggul bayi fleksi pada belakang kursi atau permukaan
lain tempat ibu bersandar
d.
Postur semi-sandar
1.
Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman, postur semi
sandar
2.
Ibu condong ke belakang dan bayi berbaring berhadapan
dengan tubuh ibu, biasanya berbaring miring
e.
Postur berbaring-miring
1.
Ibu berbaring miring
2.
Bayi berbaring miring dengan dada bayi bersandar pada
dada ibu
3.
Lengan ibu yang terdekat dengan matras atau selimut
gulung menyangga bayi
f.
Postur Austalia
1.
Ibu berbaring telentang
2.
Bayi bersandar pada dada ibu
3.
Posisi ini berguna saat ibu memiliki produksi ASI yang
banyak atau aliran ASI yang keras/cepat karena membuat bayi lebih mampu
menggerakkan kepalanya
2.1.5
Kebijakan –kebijakan Pemerintah RI
sehubungan penggunaan
ASI
1. Inpres
No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana penetapan bahwa salah satu
program usah perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
2. Permenkes
No.240/1985 melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat
promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih
baik mutunya dari paada ASI.
3. Permenkes
No.76/1975 menghapuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumka pada
label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah
dan cukup mencolok, melarang promosi susu formula yang di maksudkan sebagai ASI
disemua sarana pelayanan kesehatan.
4. Mengganjurkan
menyusui secar eksklusif sampi bayi
berumur 4-6 bulan dan mengganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
5. Melaksanakan
rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun suasta.
6. Meningkatkan
kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut terampil
dalam melaksanakan penyuluhan pada
masyarakat luas.
7. Upaya
penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di seluruh rumah sakit, rumah
bersalin, dan puskesmas.
8. Garis-Garis
besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program
Pembanggunan Nasional (PROPENAS)
menggamatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatkan mutu Sumber Daya
Manusia (SDM). Model dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi
dalam kandungan disertai pemberia Air Susu Ibu
(ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian hanya
ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.
2.2 Karakteristik Pemberian ASI Eksklusif
Karakteristik ibu menyusui
menurut Arini H :
a.
Umur
Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat
kematangan dan kekuatan seseorng akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan, persalinan dan menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh sebab itu,
yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam
pemberian ASI Eksklusif, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggapmasih
belum matang secara fisik, mental dan psikologi dalam menghadapi kehamilan,
persalinan serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya,
sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun,
selain itu bias terjadi resiko bawaan pada bayinya dan juga dapat mengakibatkan
kesulitan pada kehamilan, persalian dan
nifas.
Umur ibu sangat menetukan kesehatan maternal karena
berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengsuh
juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang
dan belum siap secara jasmani dan social dalam menghadapi kehamilan, persalinan
serta dalam membina bayi yang dilahirkan (Depkes RI, 1994). Sedangkan ibu yang
berumur 20-35 tahun, menurut Horlock (1997) disebut sebagai “masa dewasa” dan
disebut juga masa reproduksi, dimana pada masa ini diharapkan orang telah mampu
unuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional,
terutama dalam menghadapi kehamilan, persalian dan nifas serta merawat bayinya
nanti.
Pada primipara dengan usia 35 tahun ke atas dimana
reproduksi hormon relative berkurang, mengakibatkan proses laktasi menurun,
sedangkan pada usia (12-19 tahun) harus dikaji pula secara teliti karena
perkembangan fisik, psikologis, maupun sosialnya belum siap sehingga dapat
mengganggu keseimbangan psikologi dan dapat mempengaruhi dalam produksi ASI .
Husaini (1999) mengatakan bahwa umur 35 tahun lebih, ibu
melahirkan termasuk beresiko karena pada usia ini erat kaitannya dengan anemia
gizi yang dapat mempenngaruhi produksi ASI yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
penelitian Kusmayanti (2005) bahwa semakin meningkat umur maka persentase
berpengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi, wawasan dan
mobilisasi yang masih rendah.
Menurut pendapat Hurlock B.E. (2002), bahwa semakin
meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan seseorang dalam berfikir
dan bekerja juga akan lebih matang.
b.
Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh
seorang ibu. Seorang ibu dengan anak pertamanya mungkin akan mengalami masalah
ketika menyusui sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara yang sebenarnya
dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik yang dialami
orang lain, hal ini memungkin ibu ragu untuk memberikan ASI pada bayi nya .
Menurut Perinansia (2003), paritas dalam menyusui adalah
pengalaman pemberian ASI Eksklusif, menyusui pada anak sebelumnya, kebiasaan
menyusui dalam keluarga, serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh
terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan atau
petugas kesehatan lainnya, juga kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk
ibu yang pertama kali hamil.
Dalam pemberian ASI Eksklusif, ibu yang pertama kali
menyusui pengetahuannya terhadap pemberian ASI Eksklusif belum berpengalaman
dibandingkan dengan ibu yang sudah berpengalaman menyusui anak sebelumnya.
Menurut G.J.Ebrahim (1978) bahwa factor emosional dan
social menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat disebutkan
diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa kehamilan, persalinan,
terutama pengalaman menyusui pertamanya.
Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya
pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberiann ASI
Eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal.
Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya
terbuka menerima perubahan atau hal-hal yang baru guna pemeliharaan
kesehatannya. Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin
mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akanmenjadi pengetahuan.
Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan
ibu dalam memberikan ASI Eksklusif, hal ini dihubungkan dengan tingkat
pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggiakan mempunyai
pengetahuan yang luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Pergeseran paradigma itu dipicu oleh tingginya tingkat
kebutuhan hidup dan meningkatnya pemahaman kaum wanita tentang aktualisasi
diri. Pendidikan dan kebebasan informasi membuat para wanita kini lebih berani
memasuki wilayah pekerjaan lain yang dapat memberdayakan kemampuan dirinya
secara maksimal sehingga ibu tidak dapat memberikan ASI Eksklusif. Pendidikan
juga akan membuat seseorng terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman
sehingga informasi yang diterima akan jadi pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan Dini
Saraswati (2007) menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan
baik berada pada kategori pendidikan PT yaitu 40% (4 orang), sedangkan sebagian
kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD
yaitu 7,4% (2 orang). Dalam hal ini jelas bahwa dengan pengetahuan yang tinggi
wawasan dan usaha untuk mecari informasi akan lebih luas, karena orang yang
memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan memahami
informasi yang diterimanya bila dibanding dengan respoden yang berpendidikan
lebih rendah. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan
masyarakat lebih tepat dilaksanakan edukasi (pendidikan kesehatan).
c.
Pendidikan
Tingkat
pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang dapat mempenggaruhi tingkah
laku manusia. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan respon terhadap
sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka mereka yang
tidak berpendidikaan, karena mereka yang berpendidikan tinggi mampu menghadapi
tantangan dengan rasional.
Tingkat
pendidikan adalah proses dimana orang dihadapkan pada pengaru lingkungan
terpilih dan terkontrol, khususnya yang datang dari sekolah sehingga mereka
dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan
individu yang optimal. Manfaat menyusui hendaknya selalu ditekankan dari segi
pendidikan keluarga terutama pada masa remaja karena pendidikan sangat
mempengaruhi prilaku seseorang.
Dengan
pendidikan seseorang mengetahui sesuatu hal, seseorang yang mempunyain
pendididkan tinggi lebih cendrung mengetahui manfaat ASI di bandingkan dengan
yang berpendidikan lemah, sebab dengan pendidikan seseorang dapat lebih
mengetahui sesuatu hal.
Pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara dalam Hasbullah (2005) yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2005).
d.
Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluarganya.Pekerjaan ibu juga
diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan
ASI Eksklusif. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan
dengan pengetahiuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena
ibu yang bekerja di luar rumah ( sektor formal) memiliki akses yang lebih baik
terhadap berbagai informasi, terutama mendapatkan informasi tentang ASI
Eksklusif.
Seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan
pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Apabila ia tidak
bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, bekerja untuk
perempuan sering kalibukan pilihan tetapi karena pendapatan suami tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Menurust Utami Roesli (2005) bekerja bukan alas an untuk
menghentikan pemberian ASI Eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila
mungkin 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang
benar tentang menyusui, ada perlengkapan memerah ASI danm dukungan lingkungan
kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara Eksklusif.
Menurut hasil penelitian Andryani (2005) diperoleh bahwa
sebanyak 52,5 % ibu yang bekerja mempunyai pengetahui menyusui dengan baik dan
47,5 % ibu tidak bekerja memiliki pengetahuan kurang baik tentang ASI Eksklusif.
2.3
Kerangka Konsep
Bagan 2.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel
Dependen
Pemberian ASI
Eksklusif
|
Paritas
|
Pendidikan ibu
|
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis yang digunakan penulis adalah
deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif
(Notoatmodjo, 2005 ). Sedangkan jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu
berbentuk angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran (Arikunto,
2006 ).
3.2
Definisi Operasional
Definisi
operasional adalah pembatasan ruang lingkup atau pengertian variabel – variabel
yang diamati atau diteliti (Notoadmojo, 2002)
3.2.1
Variabel
Dependen
a. ASI Eksklusif
1.
Definisi Operasional :
Bayi hanya
diberikan air susu ibu tanpa makanan tambahan
lain
2.
Cara ukur :
Wawancara
3.
Alat ukur : Quesioner
4. Hasil ukur : 1. Ya :
Bila ibu memberikan
ASI Eksklusif
2. Tidak : Bila ibu tidak
memberikan ASI Eksklusif
(Utami Roesli, 2004).
5.
Skala ukur
: Ordinal
3.2.2
Variabel
Independen
b. Paritas
1.
Definisi Operasional : Jumlah
anak yang pernah
dilahirkan oleh seorang ibu
2.
Cara ukur :
Wawancara
3.
Alat ukur :
Quesioner
4.
Hasil ukur :1. Rendah : Jika jumlah anak ≤ 2
2.Tinggi : Jika jumlah anak
≥3
(Hartanto, 2003)
5.
Skala ukur :
Ordinal
c. Pendidikan
1.
Definisi Operasional : Tingkat pendidikan terakhir oleh
Ibu pada saat penelitian
2. Cara ukur : Wawancara
3. Alat ukur : Quesioner
4. Hasil ukur : 1. Tinggi : jika ibu
Berpendidikan ≥ SMA
2.Rendah : jika ibu
berpendidikan
< SMA
(Saifudin,2002)
5. Skala ukur : Ordinal
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian
1.3.1
Populasi
Populasi adalah kesuluruhan obyek
penelitian atau obyek penelitian yang diteliti (Notoadmojo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan yang datang ke Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
Yaitu sebanyak 36 orang.
1.3.2
Sampel
Sempel
penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Sampel adalah sebagian dari total
populasi
Sampel
penelitian ini adalah total dari keseluruhan populasi dalam penelitian, dalam
hal ini ibu-ibu yang membawa bayinya yang berusia diatas 6-12 bulan untuk
imunisasi atau berobat di Puskesmas Pembina Palembang pada saat penelitian.yaitu
sebanyak 36 orang.
3.4
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik
pengumpulan data
Data ini menggunakan data primer yaitu data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan menanyakan secara langsung kepada
respponden tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.
3.4.2 Instrumen
pengumpulan data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar Quesioner
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1
Tempat penelitian
Tempat yang
digunakan untuk penelitian adalah adalah Puskesmas Pembina Palembang.
3.5.2
Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan mulai tanggal 30 Agustus-06 September 2012
3.6
Teknik Pengolahan Data
Menurut
Notoatmodjo (2010) pengumpulan data dilakukan menggunakan:
a. Editing
Memilih atau menyortir
data sedemikian rupa sehingga hanya data yang dipakai saja yang tinggal. Hal
ini bermaksud untuk merapikan data agar bersih, rapi dan tinggal mengadakan
pengolahan lanjutan
b. Coding
Tahap ini merubah data
yang dikumpulkan kedalam bentuk yang lebih ringkas. Memberi kode untuk
masing-masing variabel terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah
diperiksa kelengkapannya.
c. Entry
Data
yang telah diberi kemudian dimasukkan ke dalam komputer
d. Cleaning
Merupakan
kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan, dilakukan bila terdapat
kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari
variable dan menilai kelogisannya.
3.7
Analisa Hasil Penelitian
Analisa hasil penelitian ini
menggunakan analisa univariat dimaksudkan untuk menjelaskan atau mendeskrifsikan
karakteristik setiap variabel penelitian, yaitu : umur dan paritas (Notoaatmodjo, 2010).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1
Profil Puskesmas Pembina Palembang
4.1.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Pembina Palambang
Puskemas Pembina terletak di kecamatan seberang ulu I
tepatnya dikelurahan silaberanti. Puskesmas ini terletak di pinggir jalan
sehingga masyarakat yang memerlukannya mudah untuk menjangkaunya.
Puskesmas ini dahulunya adalah sebuah klinik bersalin
yang merupakan cabang dari Rumah Sakit Umum
M.Husin, sehingga sampai dengan saat ini Puskesmas Pembina dikenal
sebagai sebuah puskesmas dengan tempat tidur khusus bersalin yang buka 24 jam
dengan berbagai macam kegiatan sebagai Puskesmas lainnya disertai dengan adanya
kehadiran Dokter Spesialis Kebidanan, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dan Dokter mudah.(Calon Dokter).
4.1.1.2
Sejarah
Kepemilikan Puskesmas Pembina Palembang
Puskesmas Pembina dahulunya adalah sebuah klinik
bersalin yang merupakan klinik cabang Rumah Sakit Umum M.Husin (RSU Palembang
dahulunya) klinik bersalin ini cukup ramai di kunjungi oleh masyarakat yang
membutuhkannya. Dengan semakin ramainya pengunjung dan semakin luasnya
kebutuhan kesehatan masyarakat sekitar klinik bersalin ini di kembangkan
menjadi sebuah klinik yang dikelola oleh Dinas Kewsehatan Palembang.
Sehingga
semenjak tanggal 2 mei 1993 klinik bersalin cabang Rumah Sakit Umum M.Husin ini
diserahkan pengelolanya kepada pemerintah Daerah Kota Palembang yang
pelaksanaanya diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang yang diberi nama
Puskesmas Pembina 8 ulu, oleh karenanya sejak saat itu dalam pelaksanaan
kesehatannya puskesmas selalu dalam pengawasan Dinas Kesehatan Kota Palembang.
Berdasarkan SK Walikota Palembang pada tanggal 1 April
1994 nama Puskesmas Pembina 8 ulu diganti menjadi PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG
dengan wilayah kerja meliputi kelurahan 8 ulu dan kelurahan Silaberanti. Sejak
tanggal 17 Juli 2003 berdasarkan keputusan walikota nomor 599 tahun 2003
Puskesmas uji coba “Swakelola”.
Dengan adanya perjanjian kerjasama PT.Asuransi
Kesehatan Indonesia cabang Palembang dan Puskesmas Puskesmas Pembina Palembang
nomor:PKS/0601/1203 maka terhitung sejak tanggal 1 Desember 2003 Puskesmas
Pembina Palembang melayani pemeliharaan kesehatan untuk peserta Askes keluarga.
4.1.1.3
Letak
Gegrafi
Puskesmas Pembina terletak di Jl. Ahmad Yani Kelurahan
Silaberanti ke seberang ulu I, letak Puskesmas Pembina ini tepat dipinggir
jalan raya yang cukup strategis dan mudak dijangkau oleh masyarakat, selain itu
juga banyak dilalui kendaraan umum.
Wilayah
kerja 2 kelurahan yaitu kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 ulu, dengan luas
wilayah kerjanya + /- 678 Ha.
Table
luasnya wilayah Puskesmas Pembina
No
|
Nama
Kelurahan
|
Luas
wilayah
|
1
|
Kelurahan Silaberanti
|
381 Ha
|
2
|
Kelurahan
8 ulu
|
297 Ha
|
|
Total
|
678 Ha
|
Wilayah kerja Puskesmas Pembina berbatsan dengan :
·
Sebelah Utara
berbatasan dengan 8/10 ulu
·
Sebelah Selatan
berbatasan dengan 13 ulu
·
Sebelah Barat
berbatasan dengan 7 ulu
·
Sebelah Timur
berbatasan dengan plaju ilir
Kondisi geografis wilayah kerjanya
terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa.
4.1.1.4
Keadaan Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Pembina kelurahan Silaberanti
dan kelurahan 8 ulu dengan keadaan social ekonominya, mata pencaharian penduduk
kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 ulu hamper sama yaitu :
·
Buruh Kasar
·
Pegawai Negeri
·
Pedagang
·
Pensiuman
·
Pengrajin
4.1.1.5
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Puskesmas
Pembina memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui 6 program pokok
Puskesmas beserta 3 program spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya
permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta tuntutan dan kebutuhan
masyarakat.
6
(enam) Program
pokok Puskesmas tersebut adalah :
1. Promosi Kesehatan (Promkes)
2. Sanitasi (Kesehtan Lingkungan)
3. KIA/KB
4. Gizi
5. Pencegahan dan pemberantasan
6. Pengobatan
Tiga Program spesifik
yang dilaksanakan Pembina adalah :
1.
Klinik Kesehatan
Reproduksi
2.
Klinik Gilingan
mas
3.
Klinik Gawat
darurat
Fasilitas
yang disediakan di Puskesmas Pembina adalah sebagai berikut :
1.
Klinik Pelayanan
Kesehatan Ibu (KIA/KB)
2.
Klinik Pelayanan
Kesehatan Anak (BP Anak)
3.
Klinik Pelayanan
Kesehatan Umum (Bp Dewasa)
4.
Klinik Pelayanan
Kesaehatan Gigi (Bp Gigi)
5.
Klinik Pelayanan
Kesehatan Spesialis (BP spesialis)
a.
Spesialis
Kebidanan
b.
Spesialis Anak
c.
Spesialis Dewasa
6.
KLinik Sehat
(Gilingan Mas)
7.
Klinik ini
melayani :
a.
Konsultasi Gizi
b.
Imunisasi
c.
Konsultasi
Kebidanan Lingkungan (sanitasi)
d.
Laboratorium
e.
Penyuluhan
Kesehatan
f.
Lain-lain
4.1.1.6 Fasilitas Penunjang
Pelayanan kesehatan
Untuk penunjang Keberhasilan Puskesmas Pembina dalam
rangka pelayanan kesehtan oada masyarakat maka seluruh karyawan harus
berpedoman pada visi, misi,motto danm nilai Puskesmas Pembina serta
pelaksanaannya harus berpedoman pada protap-protap (standar pelayanan) yang
harus dilakukan.
1. Visi
·
Tercapainya
Kelurahan 8 ulu dan Kelurahan Silaberanti sehat yang optimal tahun 2011
2. Misi
·
Memasyarakatkan
paradigma sehat pada semua pihak
·
Meningkatkan
profesionalisme seluruh petugas kesehatan yang berorientasi pada standar
pelayanan kesehatan
·
Pengadaan sarana
dan prasarana kesehatan yang bermutu prima
·
Memberdayakan
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada
3. Motto
·
Tanpa anda kami
tiada arti
·
Anda sehat kami
puas
4. Nilai
·
Rama-rama dan
keterbukaan
5. Protap
·
Terlampir
4.4.4.7 Jumlah tenaga kerja Puskesmas Pemmbina
Palembang
Sesuai dengan komitmen yang telah disepakati bersama antara
pimpinan dan seluruh staf Puskesmas Pembina maka diadakan jadwal pembelajaran
dan pelatihan baik di dalam maupun di luar Puskesmas Pembina, hal bertujuan
untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan Sumber Daya Manusia yang ada di
Puskesmas Pembina.
Puskesmas
Pembina memiliki 37 orang tenaga kerja untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan
sehari-harinya, Puskesmas Pembina dipimpin oleh seorang pimpinan Puskesmas yang
sejak 2009 dijabat Dr. HJ.Erfiana Umar M.Kes untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel ini :
Tabel 4.4.4.7 Jumlah Tenaga Kerja Puskesmas Pembina Palembang
No
|
Keterangan
|
Jumlah
|
1
|
Dokter Umum
|
1 Orang
|
2
|
Dokter Spesialis Kandungan
|
1Orang
|
3
|
Dokter gigi
|
1 Orang
|
4
|
Magister Kesehatan
|
1 Orang
|
5
|
Sarjana Kesehatan Masyarakat
|
9 Orang
|
6
|
Perawat Ahli Madya
|
40 Orang
|
7
|
Perawat
|
4 Orang
|
8
|
Perawat gigi
|
3 Orang
|
9
|
Bidan
|
7 Orang
|
10
|
Asisten apoteker
|
2 Orang
|
11
|
Sanitarian
|
2 Orang
|
12
|
Petugas gizi
|
1 Orang
|
13
|
Analisis
|
1 Orang
|
|
Jumlah
|
37 Orang
|
( Sumber: Profil Puskesmas
Pembina Palembang Tahun 2012)
4.1.1.7 Gambaran
khusus / Ruangan tempat dilakukan penelitian
`Penelitian dilakukukan di Ruangan KIA,dimana ruangan
KIA ini terdapat 7 orang bidan, Ruangan kesehatan Ibu dan Anak ini melayani ibu
hamil, nifas,menyusui,Kb,bayi dan Balita sakit
4.1.2
Analisa
Data
Analisa data dengan menggunakan analisa univariat, hasil analisa data
akan ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekwensi dan dibahas sesuai
dengan teori, yang menjadi sampel penelitian ini adalah seluruh Ibu yang
mempunyai bayi Umur 6-12 bulan.
4.1.2.1. Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.2.1.
Distribusi
Frekuensi Ibu berdasarkan pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina
Palembang
Tahun 2012
No
|
ASI
Eksklusif
|
Frekuensi
|
Persentasi
|
1
|
Ya
|
12 orang
|
33,3 %
|
2
|
Tidak
|
24 orang
|
66,7%
|
|
Total
|
36 orang
|
100 %
|
Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang tidak menyusui
secara Eksklusif proporsinya lebih besar yaitu 24 orang (66,7 %), Dibandingkan
dengan yang menyusui secara Eksklusif
yaitu 12 orang (33,3 %).
4.1.2.2
Paritas terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Table
4.2.2.
Distribusi
Frekuensi Paritas pemberian ASI Eksklusif pada di Puskesmas Pembina Palembang
tahun
2012
No
|
Paritas
|
Frekuensi
|
Persentasi
|
1
|
Tinggi
|
13
orang
|
36,1
%
|
2
|
Rendah
|
23
orang
|
63,9
%
|
|
Total
|
36
orang
|
100
%
|
Dari tabel dapat dilihat bahwa responden
yang memiliki paritas rendah proporsinya lebih besar yaitu 23 orang (63,9 %),dibandingkan
dengan responden yang memiliki paritas tinggi proporsinya yaitu 13 orang (36,1 %).
4.1.2.3
Pendidikan
ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif
Table 4.2.3.
Distribusi
Frekuensi Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI E ksklusif di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2012.
No
|
Pendidikan
|
Frekuensi
|
Persentasi
|
1
|
Tinggi
|
19
|
52,8 %
|
2
|
Rendah
|
17
|
47,2 %
|
|
Total
|
36
|
100 %
|
Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang
berpendidikan tinggi proporsinya lebih besar yaitu 19 orang (52,8 %), dibandingkan responden yang
berpendidikan rendah proporsinya hanya 17 orang (47,2 %).
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pembina Palembang
pada tanggal 30 Agustus-06 September tahun 2012. Jumlah sampel dalam penelitian
sebanyak 36 orang. Selanjutnya data yang telah dikumpulakan diolah dan
dilakukan analisa data dengan
menggunakan program komputerisasi SPSS.
Jumlah responden penelitian ini 36 orang. dari
analisis responden yang menyusui secara Eksklusif proporsinya 13 orang (36,1 %),
sedangkan yang tidak menyusui Eksklusif yaitu 23 orang (36,9 %).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif yaitu umur, Paritas dan pekerjaan.
4.2.1.
Paritas
Dalam
penelitian ini paritas dikategorikan menjadi dua yaitu : Tinggi Jika jumlah anak
≥3 dan Rendah Jika jumlah anak ≤ 2.
Menurut
hasil bivariat menunjukkan responden yang memiliki paritas rendah yang menyusui
secara Eksklusif 7 orang (58,3 %) tidak
menyusui secara Eksklusif 16 orang (66,7 %). Sedang yang memiliki Paritas
tinggi yang menyusui secara Eksklusif 5 orang (41,7 %) dan yang tidak menyusui
secara Eksklusif 8 orang (33,3 %).
Menurut G.J.Ebrahim (1978)
bahwa faktor emosional dan social menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah
satu faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman
selama masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui pertamanya.
Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa ibu yang
dikategorikan memiliki paritas rendah lebih banyak memberikan ASI dibandingkan
dengan ibu yang memiliki paritas tinggi Karena yang sangat mendukung penerapan
dari Pemberian ASi Eksklusif bukan hanya dari pengalaman tetapi yang sangat
mempengaruhi yaitu pengetahuan dari seorang ibu.
Dari hasil
analisis univariat didapatkan responden yang memiliki parita rendah proporsinya
23 orang
(63,9 %) sedangkan yang berpendidikan tinggi 13 orang (36,1 %).
4.2.2. Pendidikan
Dalam penelitian ini pendidikan dikategorikan menjadi
dua yaitu : tinggi (bila tamat ≥ SMA) dan rendah (bila tamat ≤ SMA).Dari hasil
analisis univariat didapatkan responden yang berpendidikan tinggi 19 orang
(52,8 %) sedangkan responden yang berpendidikan rendah 17 orang (47,2 %).
Menurut hasil bivariat menunjukkan responden
berpendidikan tinggi menyusui secara Ekslusif
7 orang (58,3 %) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif 12 orang (50
%). Sedangkan responden yang berpendidikan rendah yang menyusui secara
Eksklusif 5 orang (41,7 %%) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif 12 orang
(50 %).
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan
Dini
Saraswati (2007) menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan
baik berada pada kategori pendidikan PT yaitu 40% (4 orang), sedangkan sebagian
kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD
yaitu 7,4% (2 orang). Dalam hal ini jelas bahwa dengan pengetahuan yang tinggi
wawasan dan usaha untuk mecari informasi akan lebih luas, karena orang yang
memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan memahami
informasi yang diterimanya bila dibanding dengan respoden yang berpendidikan
lebih rendah. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan
masyarakat lebih tepat dilaksanakan edukasi (pendidikan kesehatan).
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ibu
dengan kategori berpendidikan tinggi (Tamat ≥ SMA) lebih banyak memberikan ASI
Eksklusif dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (tamat < SMA). Sebab
ibu yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas
mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif dibandingkan ibu yang berpendidikan
rendah sehingga pendidikan mempengaruhi terhadap pemberian ASI Eksklusif.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang Gambaran Paritas
dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina
Palembang tahun 2012 pada tanggal 01-06 September tahun 2012, maka penulis
dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Dari 36
orang yang datang ke Puskesmas Pembina
Palembang pada tahun 2012, ibu yang menerapkan pemberian ASI Secara Eksklusif
sebanyak 12 orang (3,33 %) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 24
orang (66,7 %).
2.
Dari 36 orang
yang datang ke Puskesmas Pemina Palembang tahun 2012, yang memiliki paritas
yang tinggi 13 orang (36,1 %) dan yang memiliki paritas yang rendah sebanyak 23
orang (63,9 %).
3.
Dari 36 orang
yang datng ke Puskesamas Pembina tahun 2012, yang berpendidikan tinggi sebanyak
19 orang (58,2 %) dan yang berpendidikan rendah sebanyak 17 orang (47,2 %).
5.2. Saran
5.2.1 Bagi Pihak Puskesmas
Di harapkan lebih dapat lebih dalam memberikan
informasi mengenai kesehatan dan lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan terutama
mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi bayi.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar penelitian ini menjadi
bahan referensi dan merupakan informasi lengkap yang bermanfaat untuk mahasiswa
Akademi Kebidanan Pondok Pesantren Assanadiyah Palembang khususnya tentang
pemberian ASI Eksklusif.
5.2.3 Bagi Peneliti Yang Akan Datang
Diharapkan peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian tentang
pemberian ASI Eksklusif di tempat yang berbeda, sehingga kita semua mengetahui
betapa pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi ibu dan bayi.