Sabtu, 24 November 2012

Gambaran Paritas dan Pendidikan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012

  BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara Eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6  bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005)
Demikian halnya dengan volume Air Susu Ibu (ASI) yang semakin banyak, sesuai kebutuhan bayi yang semakin tinggi, berkaitan dengan penyusuan. Pada hari ke-10 diproduksi ASI matur. Komposisi ASI yang keluar saat isapan-isapan pertama bayi (formilk) berbeda dengan komposisi ASI yang terkandung dalam isapan-isapan akhir bayi (hindmilk). Hindmilk mengandung lemak dan karbohidrat yang lebih banyak ketimbang formilk (Iswati, 2009). 
Menurut ahli gizi anak United Nation Childrens Fund (UNICEF), Felicity Savage King mengatakan, pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada sistem endokrin yakni pelepasan hormon prolaktin dan oxitosin yang akan mempengaruhi sikap dan pola asuh ibu terhadap perkembangan emosional dan otak anak. Sehingga anak-anak yang tidak mendapatkan ASI cenderung lebih beresiko terkena depresi dan masalah emosional lainnya (Sitopeng, 2008).
Sebuah analisis menerangkan  bahwa memberikan ASI selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa diseluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran. Sementara itu, menurut (UNICEF), ASI eksklusif dapat menekan angka kematian bayi di Indonesia. UNICEF menyatakan bahwa 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahun bisa di cegah melalui pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sejak sejam pertama setelah kelahirannya tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi ( Prasetyo, 2009 )
Berdasarkan survei International di Indonesia, diketahui bahwa rata-rata bayi Indonesia hanya mendapatkan ASI eksklusif selama 1,7 bulan. Padahal, kajian World Health Organization (WHO) yang dituangkan dalam Keputusan mentri No. 450 menganjurkan agar bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Turunnya angka ini terkait pengaruh sosial budaya di masyarakat, yang menganjurkan supaya bayi diberikan makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan (Prasetyo, 2009).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007-2008 pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 2 bulan hanya 64%. Persentase ini menurun dengan jelas menjadi 45% pada bayi berumur 2-3 bulan dan 14% pada bayi berumur 4-5 bulan. Hanya 40% bayi mendapatkan ASI dalam satu jam kelahiran sedangkan pemberian ASI eksklusif di kota Surabaya dari 15.983 bayi berusia 6 bulan, hanya 3.302 bayi diantaranya yang mendapat ASI. Baru sekitar 20,66% bayi mendapat ASI secara eksklusif (Ririn, 2009).
Data dari Dinas Kesehatan (DINKES) Sumatera Selatan tahun 2009 tentang cakupan pemberian ASI Eksklusif di OKU mencapai 46,94%, OKI mencapai 73,39%, Muara Enim mencapai 19,05%, Lahat mencapai 15,51%, Musi Rawas mencapai 49,26%, Musi mencapai 48,97%, OKU Selatan mencapai 12,29%, OKU Timur mencapai 6,44%, Ogan Ilir mencapai 77,63%, Empat Lawang mencapai 11,4%, Palembang mencapai 31,26%, Prabumuli mencapai 11,83%, Pagar Alam mencapai 74,19%, Lubuk Linggau mencapai 19,22% (Dinas Kesehatan Sumatera Selatan tahun 2009).
Cakupan pemberian ASI Ekslusif untuk Kota Palembang Tahun 2010 sebesar 41.51%. Cakupan ini masih jauh di bawah target pencapaian pemberian ASI Ekslusif Indonesia yaitu 80% (Dinkes, 2010)
Data yang diperoleh dari Puskesmas pembina Palembang tahun 2009, 100 % bayi diberi ASI secara Eksklusif dengan jumlah bayi sebanyak 410 orang. Data yang diperoleh dari Puskesmas Pembina tahun 2010,  jumlah bayi sebanyak 338 orang, diantaranya yang mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 210 orang (62,13 %) dan yang tidak  mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 128 orang (37,86%). Sedangkan data yang diperoleh dari Puskesmas Pembina Palembang tahun 2011, jumlah bayi sebanyak 179 orang, diantaranya yang mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 142 orang (79,3 %) dan yang tidak mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 37 orang (20,7 %) (medical Record  Puskesmas Pembina Palembang).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “ Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “ Bagaimana Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1.  Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu tentang ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya Gambaran Paritas Terhadap Pemberian ASI      Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012
1.3.2.2 Diketahuinya Gambaran Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012
1.4  Manfaat Penelitian
a.      Bagi peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai pengalaman nyata yang sangat berharga dalam mengintegrasikan pengetahuan yang bersifat teoritik dengan kondisi sebenarnya di lapangan.



b.      Bagi Puskesmas Pembina Palembang
Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi tentang Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang.
c.       Bagi Akademi Kebidanan Pondok Pesantren Assanadiyah Palembang
Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi dan tambahan wacana yang terus dikembangkan mengenai ASI Eksklusif. Lebih lanjut penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dijadikan dasar bagi rekan – rekan mahasiswi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
d.      Bagi peneliti lain
Bisa bermanfaat bagi peneliti lain sebagai informasi dan bahan perbandingan tentang hasil penelitian yang berkaitan dengan Pemberian ASI Eksklusif.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  ASI Eksklusif
2.1.1        Konsep Dasar ASI Eksklusif
a.       ASI
ASI adalah susu yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum sanggup mencerna makanan padat. (Kusumawardhani, 2010)
b.      ASI Eksklusif
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6  bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005).
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain dan tanpa tambahan makanan lain yang diberikan pada bayi berumur 0 - 6 bulan (Dinkes, 2008).
Riset media mengatakan bahwa ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada 6 bulan pertama bahkan pada usia lebih dari 6 bulan.
Dukungan Ibu dari berbagai pihak agar target ASI eksklusif selama 6 bulan berhasil dicapai :
Anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar para ibu memberikan ASI eksklusif setidaknya selama 6 bulan pertama kehidupan bayinya dianggap sekelompok ilmuwan sebagai anjuran idealistis ketimbang realistis. 
Sebuah penelitian di Skotlandia terhadap 36 perempuan hamil dan orang yang mendampingi si ibu hamil (ibu atau suami ibu hamil), mendapati, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah hal yang berat. 
Penelitian yang dilakukan selama 6 bulan sebelum melahirkan hingga 6 bulan setelah para responden melahirkan ini mendapati, perasaan memberi ASI eksklusif tidak seperti yang dikatakan orang. 
Pendidik laktasi, Desirre Andrews, ibu dari 4 anak di Colorado Springs, Amerika Serikat, mengatakan, pemberian ASI eksklusif sebenarnya bukan masalah rumit. "Saya rasa perempuan butuh didengarkan akan kebutuhan mereka agar bisa berhasil mencapai tujuan pemberian ASI selama 6 bulan."
2.1.2        Manfaat Pemberian ASI
     Menurut Kusumawardhani, manfaat dari pemberian ASI meliputi :
1.      Bagi Bayi
a.        Sebagai sistem imunitas yang baik
   Bayi yang mendapatkan ASI dari ibunya akan memilikki sistem imunitas ( daya tahan tubuh ) yang lebih baik dari pada bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI. Kadar imunoglobulin ( zat-zat yang membentuk kekebalan tubuh ) yang sangat tinggi terdapat pada kolostrum, yaitu cairan kuning kental yang merupakan ASI pertama yang keluar setelah ibu melahirkan. ASI juga mengandung kekebalan tubuh ( antibodi ) yang akan dapat memberikan perlindungan alami bagi bayi baru lahir.
b.      Memiliki IQ yang tinggi
           Berdasarkan penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki IQ ( intelligence Quotient ) lebih tinggi dari pada bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI.
c.       Perkembangan psikomotorik lebih cepat
           Menurut penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, memiliki perkembangan psikomotorik yang lebih cepat dari bayi yang tidak mendapatkan ASI. Bayi yang mendapatkan ASI dapat berjalan  dua bulan lebih cepat dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu formula.
d.      Menunjang perkembangan kognitif
           Bayi yang mendapat ASI, akan memiliki perlindungan gigi yang lebih baik, sebab, adanya kadar selenium ( mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai antidioksidan untuk meredam aktifitas radikal bebas ) dalam ASI yang cukup tinggi.
e.       Menunjang perkembangan penglihatan
           Bayi yang mendapat ASI, akan memiliki perkembangan penglihatan yang baik. Sebab, didalam ASI mengandung asam omega 3.
f.       Membantu bayi cepat berbicara
           Saat menyusu pada ibu, bayi melakukan gerakan mengisap yang lebih kuat sehingga akan membantu memperkuat otot pipi. Hal ini dapat membantu bayi cepat  berbicara.
g.      Memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi
           Saat menyusui , ibu dan bayi akan  bersentuhan kulit. Hal ini akan memberikan rasa hangat dan nyaman. Proses menyusui ini akan meningkatkan kedekatan antara bayi dan ibu
h.      Membantu sistem pencernaan
           ASI merupakan susu yang paling aman. sebab, cenderung bebas dari bakteri. Hal ini akan membuat bayi tidak mendapat masalah dalam proses pencernaannya.
2.      Bagi Ibu
1.      Mencegah perdarahan
      Menyusu bayi setelah lahir, dapat merangsang kontraksi otot-otot pada saluran ASI dan membuat ASI keluar


2.      Mencegah anemia defisiensi zat besi
      Dengan menyusui, dapat mencegah perdarahan pascapersalinan. Hal ini dapat mengurangi terjadinya resiko defisiensi ( kekurangan ) darah yang menyebabkan anemia pada ibu.
3.      Mengurangi berat badan
      Ketika menyusui, jumlah kalori yang terbakar adalah sebesar 200 hingga 500 kalori per hari. Hal ini tentu saja dapat membantu ibu mengurangi berat badan
4.      Sebagai ungkapan kasih sayang
      Saat menyusui, hubungan batin ibu dan anak akan bertambah kuat. Ibu akan merasa dibutuhkan dan bahagia karena dapat memberikan sesuatu untuk sang bayi. Sedangkan, bayi akan merasa aman dan nyaman dalam pelukan ibunya.
5.      Mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium
      Menyusui dapat mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium. Diperkirakan pencegahannya mencapai 25 %.
6.      Sebagai alat kontrasepsi
      Pemberian ASI secara Eksklusif dapat berfungsi sebagai alat kontrasepsi. Isapan bayi pada payudara ibu akan merangsang hormon prolaktin yang berfungsi menghambat terjadinya pematangan sel telur sehingga menunda kesuburan.( wahyu Media 2010 )
3.      Bagi Negara
a.       Penghematan devisa untuk pembelian susu formula serta perlengkapan menyusui.
b.      Menciptakan generasi penerusan bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membanggun negara.
c.       Awal untuk mengurngi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya generasi  yang  hilang khususnya bagi Indonesia.
2.1.3        Komposisi yang terkandung dalam ASI
      Menurut Arini H, Komposisi yang terkandung dalam ASI meliputi :
1.      Protein
Protein dalam ASI mencapai kadar yang lebih dari cukup untuk pertumbuhan optimal, sementara ASI juga mengandung muatan yang mudah larut yang sesuai untuk ginjal bayi yang belum matang.
2.      Lemak
Seperti halnya substansi protein dalam ASI dapat membantu absorsi lemak. Fungsi kolesterol dengan kadar tinggi dalam ASI tidak sepenuhnya dipahami tetapi di perkirakan bahwa kadar awal ini dapat mempengaruhi tubuh dalam menangani suatu substansi di kemudian hari.

3.      Karbohidrat – Laktosa
Perkembangan sistem saraf pusat merupakan bagian dari fungsi laktosa dalam ASI, laktosa juga memberi sekitar 40% kebutuhan energi bayi. Asupan laktosa yang berlebihan kadang-kadang dicurigai terjadi pada bayi yang mendapat ASI, yang bersifat mudah marah, gelisah dan konsistensi feces encer.
4.      Vitamin
ASI memberi vitamin yang cukup bagi bayi, walaupun kadarnya bervariasi sesuai dengan alat maternal. Penting bagi bayi untuk mendapatkan kolostrum dan kemudian susu awal untuk memastikan bahwa vitamin yang larut diperoleh bayi pemancaran sinar matahari selama 30 menit setiap minggu ke kepala dan tangan menghasilkan vitamin D yang cukup.
5.      Mineral
Protein dalam ASI mencapai kadar yang lebih dari cukup untuk pertumbuhan optimal, sementara ASI juga mengandung muatan yang mudah larut yang sesuai untuk ginjal bayi yang belum matang.
6.      Kolostrum
Cairan kental yang berwarna kekuningan-kuningan yang dihasilkan pada sel alveoli payudara ibu. Sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi dan kemampuan ginjal bayi baru lahir yang belum mampu menerima makanan dalam volume basar dan melapisi bagian dalam saluran pernapasan dan mencegah kuman penyakit memasuki saluran pernapasan.         
7.      Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi lagi.Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula (IDAI Cab. DKI Jakarta, 2008).












Tabel 2.1
Perbedaan komposisi kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur

Kandungan
Kolostrum
ASI Transisi
ASI Matur
Energi (kgkal)
57,0
63,0
65,0
Laktosa (gr/100 ml)
6,5
6,7
7,0
Lemak (gr/100 ml)
2,9
3,6
3,8
Protein gr/100 ml
1,195
0,965
1,324
Mineral (gr/100 ml)
0,3
0,3
0,2
Immunoglobin :



Ig A (mg/100 ml)
335,9
-
119,6
Ig G (mg/100 ml)
5,9
-
2,9
Ig M (mg/100 ml)
17,1
-
2,9
Lisosin (mg/100ml)
14,2-16,4
-
24,3-27,5
Laktoferin
420-520
-
250-270
(Taufan Nugroho, 2011)



2.1.4  Tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan Komposisi yang berbeda
           Dr. Taufan Nugroho membagi Tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan Komposisi yang berbeda :
1.   Kolostrum
        Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150-300 ml/hari
a.       Berwarna kuning jernih dengan protein berkadar tinggi
b.       Mengandung : imunoglobin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Zn, Fe)
vitamin (A,D,E,K) lemak dan rendah laktosa.
c.       Pengeluaran kolostrum berlansung sekitar dua tiga hari dan diikuti ASI yang mulai berwarna putih.
2.   ASI Transisi (peralihan/antara)
        ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah. ASI antara, mulai berwarna bening dengan susunan yang disesuaikan kebutuhan bayi dan kemampuan mencerna usus bayi.
3.   ASI sempurna (ASI matang)
ASI sempurna adalah ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300-850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Pengeluaran ASI penuh sesuai dengan perkembangan usus bayi, sehingga dapat menerima susunan ASI sempurna.
2.1.5      Faktor-Faktor yang mempengaruhi produksi ASI
Menurut Dr. Taufan Nugroho Faktor-Faktor yang mempengaruhi produksi ASI meliputi :
1.      Frekuensi pemberian susu
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bawa produksi ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu.
Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan beruhubungan dengan produksi ASI yang cukup. Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
2.      Berat bayi saat lahir
Hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk menghisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari ke dua dan usia satu bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan menghisap yang mengakibatkan perbedaan yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. Penelitian menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah melahirkan. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibanding dengan bayi yang berat lahir normal ( > 2500 gr). Kemampuan menghisap bayi lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktif dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
3.      Usia kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.
4.      Usia ibu dan paritas
Umur parintas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Penelitian luar menemukan bahwa pada ibu menyusui usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari 15 bayi. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi ASI pada hari keempat setelah melahirkan lebih tinggi dibanding ibu yang melahirkan pertama kali.
5.      Stres dan penyakit akut
Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mengganggu produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji dampak dari berbagai tipe stres ibu khususnya kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi ASI.
6.      Mengkonsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu horman prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan mentsimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan penyapihan dini meskipun volume ASI elitian diluar  men dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Meskipun demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu perokok yang masih menyusui 0-6 minggu setelah melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Studi lain mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok per hari mempunyai prolaktin 30 – 50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok.
7.      Mengkonsumsi alkohol
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI  sebaiknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI. Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.
2.1.4        Tujuh Langkah Keberhasilan ASI Eksklusif
Sepuluh langkah yang terpenting dalam persiapan keberhasilanmenyusui secara Eksklusif menurut Departemen Kesehatan RI (2005) adalah sebagai berikut
1)      Mempersiapkan payudara ibu jika diperlukan
2)      Mempelajari ASI dan tata laksana menyusui
3)      Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya
4)      Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” seperti “Rumah sakit sayang bayi “  atau “ Rumah bersalin yang sayang bayi”.
5)      Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara eksklusif
6)      Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi atau konsultasi untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran
7)      Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.

5.1.6        Faktor-faktor pendukung keberhasilan pemberian ASI
1)      Ibu harus yakin bahwa mampu menyusui bayinya.
2)      Ibu cukup minum (8-12 gelas/hari)
3)      Ibu dalam keadaan pikiran tenang dan damai
4)       Perhatian cara meletakkan bayi dan cara meletakkan puting pada mulut bayi dan benar
5)      Makin sering payudara dihisap bayi, makin banyak produksi susu untuk bayi.
6)      Pengertian dan dukungan keluarga, terutama dari suami sangat penting.
(Siregar Arifin,2004)
5.1.7        Posisi menyusui
Menurut Karin Cadwell dan Cindy Turner-Maffei menyebutkan berbagai macam posisi dalam menyusui :
a.       Postur timangan atau Madona
                                              1.      Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman
                                              2.      Bayi berbaring miring menghadap ibu
                                              3.      Sisi kepala dan tubuh bayi berada di lengan bawah ibu di sebelah payudara yang diisap
b.      Postur timangan-menyilang
1.      Ibu duduk denhgan postur tubuh yang nyaman
2.      Bayi berbaring miring menghadap ibu
3.      Sisi tubuh bayi berada di lengan bawah ibu pada sisi yang berlawanan dengan payudara yang digunakan untuk menyusui
4.      Tangan menyangga leher dan bahu bayi sedemikian rupa agar bayi dapat menengadahkan lehernya
c.       Postur football atau mengepit
1.      Ibu duduk dengan posisi yang nyaman
2.      Bayi berbaring telentang, meringkuk diantara sisi dada dan lengan ibu
3.      Tubuh bagian atas bayi disangga oleh lengan bawah ibu
4.      Tangan ibu menyangga leher dan bahu bayi
5.      Pinggul bayi fleksi pada belakang kursi atau permukaan lain tempat ibu bersandar
d.      Postur semi-sandar
1.      Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman, postur semi sandar
2.      Ibu condong ke belakang dan bayi berbaring berhadapan dengan tubuh ibu, biasanya berbaring miring
e.       Postur berbaring-miring
1.      Ibu berbaring miring
2.      Bayi berbaring miring dengan dada bayi bersandar pada dada ibu
3.      Lengan ibu yang terdekat dengan matras atau selimut gulung menyangga bayi
f.       Postur Austalia
1.      Ibu berbaring telentang
2.      Bayi bersandar pada dada ibu
3.      Posisi ini berguna saat ibu memiliki produksi ASI yang banyak atau aliran ASI yang keras/cepat karena membuat bayi lebih mampu menggerakkan kepalanya
2.1.5             Kebijakan –kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan  
               ASI
1.      Inpres No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana penetapan bahwa salah satu program usah perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
2.      Permenkes No.240/1985 melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya dari paada ASI.
3.      Permenkes No.76/1975 menghapuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumka pada label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup mencolok, melarang promosi susu formula yang di maksudkan sebagai ASI disemua sarana pelayanan kesehatan.
4.      Mengganjurkan menyusui secar eksklusif  sampi bayi berumur 4-6 bulan dan mengganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
5.      Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun suasta.
6.      Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.
7.      Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di seluruh rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.
8.      Garis-Garis besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program Pembanggunan Nasional  (PROPENAS) menggamatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Model dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai pemberia Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.   
2.2  Karakteristik Pemberian ASI Eksklusif
Karakteristik ibu menyusui menurut Arini H :
a.       Umur
           Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorng akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
           Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan, persalinan dan menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI Eksklusif, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggapmasih belum matang secara fisik, mental dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bias terjadi resiko bawaan pada bayinya dan juga dapat mengakibatkan kesulitan pada kehamilan, persalian dan  nifas.
           Umur ibu sangat menetukan kesehatan maternal karena berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengsuh juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap secara jasmani dan social dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta dalam membina bayi yang dilahirkan (Depkes RI, 1994). Sedangkan ibu yang berumur 20-35 tahun, menurut Horlock (1997) disebut sebagai “masa dewasa” dan disebut juga masa reproduksi, dimana pada masa ini diharapkan orang telah mampu unuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, persalian dan nifas serta merawat bayinya nanti.
           Pada primipara dengan usia 35 tahun ke atas dimana reproduksi hormon relative berkurang, mengakibatkan proses laktasi menurun, sedangkan pada usia (12-19 tahun) harus dikaji pula secara teliti karena perkembangan fisik, psikologis, maupun sosialnya belum siap sehingga dapat mengganggu keseimbangan psikologi dan dapat mempengaruhi dalam produksi ASI .
           Husaini (1999) mengatakan bahwa umur 35 tahun lebih, ibu melahirkan termasuk beresiko karena pada usia ini erat kaitannya dengan anemia gizi yang dapat mempenngaruhi produksi ASI yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian Kusmayanti (2005) bahwa semakin meningkat umur maka persentase berpengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi, wawasan dan mobilisasi yang masih rendah.
           Menurut pendapat Hurlock B.E. (2002), bahwa semakin meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan seseorang dalam berfikir dan bekerja juga akan lebih matang.
b.      Paritas
           Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu. Seorang ibu dengan anak pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara yang sebenarnya dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik yang dialami orang lain, hal ini memungkin ibu ragu untuk memberikan ASI pada bayi nya .
           Menurut Perinansia (2003), paritas dalam menyusui adalah pengalaman pemberian ASI Eksklusif, menyusui pada anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga, serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan atau petugas kesehatan lainnya, juga kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang pertama kali hamil.
           Dalam pemberian ASI Eksklusif, ibu yang pertama kali menyusui pengetahuannya terhadap pemberian ASI Eksklusif belum berpengalaman dibandingkan dengan ibu yang sudah berpengalaman menyusui anak sebelumnya.
           Menurut G.J.Ebrahim (1978) bahwa factor emosional dan social menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui pertamanya.
           Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberiann ASI Eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal yang baru guna pemeliharaan kesehatannya. Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akanmenjadi pengetahuan.
           Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam memberikan ASI Eksklusif, hal ini dihubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggiakan mempunyai pengetahuan yang luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah.
           Pergeseran paradigma itu dipicu oleh tingginya tingkat kebutuhan hidup dan meningkatnya pemahaman kaum wanita tentang aktualisasi diri. Pendidikan dan kebebasan informasi membuat para wanita kini lebih berani memasuki wilayah pekerjaan lain yang dapat memberdayakan kemampuan dirinya secara maksimal sehingga ibu tidak dapat memberikan ASI Eksklusif. Pendidikan juga akan membuat seseorng terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan jadi pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dini Saraswati (2007) menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan PT yaitu 40% (4 orang), sedangkan sebagian kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD yaitu 7,4% (2 orang). Dalam hal ini jelas bahwa dengan pengetahuan yang tinggi wawasan dan usaha untuk mecari informasi akan lebih luas, karena orang yang memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan memahami informasi yang diterimanya bila dibanding dengan respoden yang berpendidikan lebih rendah. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat lebih tepat dilaksanakan edukasi (pendidikan kesehatan).


c.       Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang dapat mempenggaruhi tingkah laku manusia. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka mereka yang tidak berpendidikaan, karena mereka yang berpendidikan tinggi mampu menghadapi tantangan dengan rasional.
Tingkat pendidikan adalah proses dimana orang dihadapkan pada pengaru lingkungan terpilih dan terkontrol, khususnya yang datang dari sekolah sehingga mereka dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. Manfaat menyusui hendaknya selalu ditekankan dari segi pendidikan keluarga terutama pada masa remaja karena pendidikan sangat mempengaruhi prilaku seseorang.
Dengan pendidikan seseorang mengetahui sesuatu hal, seseorang yang mempunyain pendididkan tinggi lebih cendrung mengetahui manfaat ASI di bandingkan dengan yang berpendidikan lemah, sebab dengan pendidikan seseorang dapat lebih mengetahui sesuatu hal.   
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005) yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,  agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak mulia,  serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2005).
d.      Pekerjaan
           Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluarganya.Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI Eksklusif. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahiuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar rumah ( sektor formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, terutama mendapatkan informasi tentang ASI Eksklusif.
           Seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Apabila ia tidak bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, bekerja untuk perempuan sering kalibukan pilihan tetapi karena pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
           Menurust Utami Roesli (2005) bekerja bukan alas an untuk menghentikan pemberian ASI Eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, ada perlengkapan memerah ASI danm dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara Eksklusif.
           Menurut hasil penelitian Andryani (2005) diperoleh bahwa sebanyak 52,5 % ibu yang bekerja mempunyai pengetahui menyusui dengan baik dan 47,5 % ibu tidak bekerja memiliki pengetahuan kurang baik tentang ASI Eksklusif.

2.3  Kerangka Konsep

Bagan 2.1
Kerangka Konsep

 Variabel Independen                                   Variabel Dependen
Pemberian ASI Eksklusif
Paritas
Pendidikan ibu
 




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1   Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis yang digunakan penulis adalah deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2005 ). Sedangkan jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu berbentuk angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran  (Arikunto,  2006 ).
3.2     Definisi Operasional
Definisi operasional adalah pembatasan ruang lingkup atau pengertian variabel – variabel yang diamati atau diteliti (Notoadmojo, 2002)
3.2.1        Variabel Dependen
a.      ASI Eksklusif
1.   Definisi Operasional              : Bayi hanya diberikan air susu                                           ibu tanpa makanan tambahan    
                                                 lain           
2.   Cara ukur                             : Wawancara
3.   Alat ukur                                : Quesioner
4.   Hasil ukur                               :  1. Ya      : Bila ibu memberikan
                                                                   ASI Eksklusif
2. Tidak            : Bila ibu tidak        
memberikan   ASI Eksklusif  
(Utami Roesli, 2004).
5.      Skala ukur              : Ordinal
3.2.2        Variabel Independen
b.      Paritas
1.      Definisi Operasional              : Jumlah anak yang pernah
                                                 dilahirkan oleh seorang ibu
2.      Cara ukur                               : Wawancara
3.      Alat ukur                               : Quesioner
4.         Hasil ukur                             :1. Rendah  : Jika jumlah anak ≤ 2
                                      2.Tinggi     : Jika jumlah  anak ≥3
                                                                                                  (Hartanto, 2003)
5.      Skala ukur                              : Ordinal
c.       Pendidikan
1.      Definisi Operasional             : Tingkat pendidikan terakhir oleh
                                                Ibu pada saat penelitian
2.      Cara ukur                              : Wawancara                                                                                                                                                                      
3.      Alat ukur                              : Quesioner
4.      Hasil ukur                             : 1. Tinggi : jika ibu 
                                                   Berpendidikan ≥ SMA
2.Rendah : jika ibu
                                                       berpendidikan < SMA
                                                      (Saifudin,2002)
5.      Skala ukur                            : Ordinal

3.3     Populasi dan Sampel Penelitian
1.3.1        Populasi
   Populasi adalah kesuluruhan obyek penelitian atau obyek penelitian yang diteliti (Notoadmojo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan yang datang ke Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012. Yaitu sebanyak 36 orang.
1.3.2        Sampel
Sempel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel adalah sebagian dari total populasi
Sampel penelitian ini adalah total dari keseluruhan populasi dalam penelitian, dalam hal ini ibu-ibu yang membawa bayinya yang berusia diatas 6-12 bulan untuk imunisasi atau berobat di Puskesmas Pembina Palembang pada saat penelitian.yaitu sebanyak 36 orang.



3.4     Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.4.1  Teknik pengumpulan data
Data ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menanyakan secara langsung kepada respponden tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.
3.4.2  Instrumen pengumpulan data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar Quesioner

3.5  Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1        Tempat penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah adalah Puskesmas Pembina Palembang.
3.5.2        Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 30 Agustus-06 September 2012







3.6  Teknik Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010) pengumpulan data dilakukan menggunakan:
a.    Editing
Memilih atau menyortir data sedemikian rupa sehingga hanya data yang dipakai saja yang tinggal. Hal ini bermaksud untuk merapikan data agar bersih, rapi dan tinggal mengadakan pengolahan lanjutan
b.   Coding
Tahap ini merubah data yang dikumpulkan kedalam bentuk yang lebih ringkas. Memberi kode untuk masing-masing variabel terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa kelengkapannya.
c.    Entry
           Data yang telah diberi kemudian dimasukkan ke dalam komputer
d.   Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan, dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variable dan menilai kelogisannya.
3.7     Analisa Hasil Penelitian
      Analisa hasil penelitian ini menggunakan analisa univariat dimaksudkan untuk menjelaskan atau mendeskrifsikan karakteristik setiap variabel penelitian, yaitu : umur dan paritas (Notoaatmodjo, 2010).

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
4.1.1        Profil Puskesmas Pembina Palembang 
4.1.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Pembina Palambang
Puskemas Pembina terletak di kecamatan seberang ulu I tepatnya dikelurahan silaberanti. Puskesmas ini terletak di pinggir jalan sehingga masyarakat yang memerlukannya mudah untuk menjangkaunya.
Puskesmas ini dahulunya adalah sebuah klinik bersalin yang merupakan cabang dari Rumah Sakit Umum  M.Husin, sehingga sampai dengan saat ini Puskesmas Pembina dikenal sebagai sebuah puskesmas dengan tempat tidur khusus bersalin yang buka 24 jam dengan berbagai macam kegiatan sebagai Puskesmas lainnya disertai dengan adanya kehadiran Dokter Spesialis Kebidanan, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter mudah.(Calon Dokter).


4.1.1.2  Sejarah Kepemilikan Puskesmas Pembina Palembang
Puskesmas Pembina dahulunya adalah sebuah klinik bersalin yang merupakan klinik cabang Rumah Sakit Umum M.Husin (RSU Palembang dahulunya) klinik bersalin ini cukup ramai di kunjungi oleh masyarakat yang membutuhkannya. Dengan semakin ramainya pengunjung dan semakin luasnya kebutuhan kesehatan masyarakat sekitar klinik bersalin ini di kembangkan menjadi sebuah klinik yang dikelola oleh Dinas Kewsehatan Palembang.
Sehingga semenjak tanggal 2 mei 1993 klinik bersalin cabang Rumah Sakit Umum M.Husin ini diserahkan pengelolanya kepada pemerintah Daerah Kota Palembang yang pelaksanaanya diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang yang diberi nama Puskesmas Pembina 8 ulu, oleh karenanya sejak saat itu dalam pelaksanaan kesehatannya puskesmas selalu dalam pengawasan Dinas Kesehatan Kota Palembang.
Berdasarkan SK Walikota Palembang pada tanggal 1 April 1994 nama Puskesmas Pembina 8 ulu diganti menjadi PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG dengan wilayah kerja meliputi kelurahan 8 ulu dan kelurahan Silaberanti. Sejak tanggal 17 Juli 2003 berdasarkan keputusan walikota nomor 599 tahun 2003 Puskesmas uji coba “Swakelola”.
Dengan adanya perjanjian kerjasama PT.Asuransi Kesehatan Indonesia cabang Palembang dan Puskesmas Puskesmas Pembina Palembang nomor:PKS/0601/1203 maka terhitung sejak tanggal 1 Desember 2003 Puskesmas Pembina Palembang melayani pemeliharaan kesehatan untuk peserta Askes keluarga.
4.1.1.3  Letak Gegrafi
Puskesmas Pembina terletak di Jl. Ahmad Yani Kelurahan Silaberanti ke seberang ulu I, letak Puskesmas Pembina ini tepat dipinggir jalan raya yang cukup strategis dan mudak dijangkau oleh masyarakat, selain itu juga banyak dilalui kendaraan umum.
Wilayah kerja 2 kelurahan yaitu kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 ulu, dengan luas wilayah kerjanya + /- 678 Ha.
Table luasnya wilayah Puskesmas Pembina
No
Nama Kelurahan
Luas wilayah
1
Kelurahan Silaberanti
381 Ha
2
Kelurahan 8 ulu
297 Ha

Total
678 Ha

Wilayah kerja Puskesmas Pembina berbatsan dengan :
·            Sebelah Utara berbatasan dengan 8/10 ulu
·            Sebelah Selatan berbatasan dengan 13 ulu
·            Sebelah Barat berbatasan dengan 7 ulu
·            Sebelah Timur berbatasan dengan plaju ilir
Kondisi geografis wilayah kerjanya terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa.
4.1.1.4  Keadaan Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Pembina kelurahan Silaberanti dan kelurahan 8 ulu dengan keadaan social ekonominya, mata pencaharian penduduk kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 ulu hamper sama yaitu :
·         Buruh Kasar
·         Pegawai Negeri
·         Pedagang
·         Pensiuman
·         Pengrajin
4.1.1.5  Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Puskesmas Pembina memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui 6 program pokok Puskesmas beserta 3 program spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
6        (enam) Program pokok Puskesmas tersebut adalah :
1.      Promosi Kesehatan (Promkes)
2.      Sanitasi (Kesehtan Lingkungan)
3.      KIA/KB
4.      Gizi
5.      Pencegahan dan pemberantasan
6.      Pengobatan
Tiga Program spesifik yang dilaksanakan Pembina adalah :
                                                                                     1.      Klinik Kesehatan Reproduksi
                                                                                     2.      Klinik Gilingan mas
                                                                                     3.      Klinik Gawat darurat
Fasilitas yang disediakan di Puskesmas Pembina adalah sebagai berikut :
1.      Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (KIA/KB)
2.      Klinik Pelayanan Kesehatan Anak (BP Anak)
3.      Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (Bp Dewasa)
4.      Klinik Pelayanan Kesaehatan Gigi (Bp Gigi)
5.      Klinik Pelayanan Kesehatan Spesialis (BP spesialis)
a.       Spesialis Kebidanan
b.      Spesialis Anak
c.       Spesialis Dewasa
6.      KLinik Sehat (Gilingan Mas)
7.      Klinik ini melayani :
a.       Konsultasi Gizi
b.      Imunisasi
c.       Konsultasi Kebidanan Lingkungan (sanitasi)
d.      Laboratorium
e.       Penyuluhan Kesehatan
f.       Lain-lain
4.1.1.6  Fasilitas Penunjang Pelayanan kesehatan
Untuk penunjang Keberhasilan Puskesmas Pembina dalam rangka pelayanan kesehtan oada masyarakat maka seluruh karyawan harus berpedoman pada visi, misi,motto danm nilai Puskesmas Pembina serta pelaksanaannya harus berpedoman pada protap-protap (standar pelayanan) yang harus dilakukan.
1.      Visi
·            Tercapainya Kelurahan 8 ulu dan Kelurahan Silaberanti sehat yang optimal tahun 2011
2.      Misi
·            Memasyarakatkan paradigma sehat pada semua pihak
·            Meningkatkan profesionalisme seluruh petugas kesehatan yang berorientasi pada standar pelayanan kesehatan
·         Pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu prima
·         Memberdayakan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada
3.      Motto
·               Tanpa anda kami tiada arti
·               Anda sehat kami puas
4.      Nilai
·               Rama-rama dan keterbukaan
5.      Protap
·               Terlampir
4.4.4.7 Jumlah tenaga kerja Puskesmas Pemmbina Palembang
     Sesuai dengan komitmen yang telah disepakati bersama antara pimpinan dan seluruh staf Puskesmas Pembina maka diadakan jadwal pembelajaran dan pelatihan baik di dalam maupun di luar Puskesmas Pembina, hal bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan Sumber Daya Manusia yang ada di Puskesmas Pembina.
     Puskesmas Pembina memiliki 37 orang tenaga kerja untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan sehari-harinya, Puskesmas Pembina dipimpin oleh seorang pimpinan Puskesmas yang sejak 2009 dijabat Dr. HJ.Erfiana Umar M.Kes untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel ini :
Tabel 4.4.4.7 Jumlah Tenaga Kerja Puskesmas Pembina Palembang
No
Keterangan
Jumlah
1
Dokter Umum
1 Orang
2
Dokter Spesialis Kandungan
1Orang
3
Dokter gigi
1 Orang
4
Magister Kesehatan
1 Orang
5
Sarjana Kesehatan Masyarakat
9 Orang
6
Perawat Ahli Madya
40 Orang
7
Perawat
4 Orang
8
Perawat gigi
3 Orang
9
Bidan
7 Orang
10
Asisten apoteker
2 Orang
11
Sanitarian
2 Orang
12
Petugas gizi
1 Orang
13
Analisis
1 Orang

Jumlah
37 Orang
                                    ( Sumber: Profil Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012)
4.1.1.7  Gambaran khusus / Ruangan tempat dilakukan penelitian
`Penelitian dilakukukan di Ruangan KIA,dimana ruangan KIA ini terdapat 7 orang bidan, Ruangan kesehatan Ibu dan Anak ini melayani ibu hamil, nifas,menyusui,Kb,bayi dan Balita sakit
4.1.2        Analisa Data
           Analisa data dengan menggunakan analisa univariat, hasil analisa data akan ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekwensi dan dibahas sesuai dengan teori, yang menjadi sampel penelitian ini adalah seluruh Ibu yang mempunyai bayi Umur 6-12 bulan.

4.1.2.1. Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.2.1.
Distribusi Frekuensi Ibu berdasarkan pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang
Tahun 2012
No
ASI Eksklusif
Frekuensi
Persentasi
1
Ya
12 orang
33,3 %
2
Tidak
24 orang
66,7%

Total
36 orang
100 %

Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang tidak menyusui secara Eksklusif proporsinya lebih besar yaitu 24 orang (66,7 %), Dibandingkan dengan yang  menyusui secara Eksklusif yaitu 12 orang (33,3 %).
4.1.2.2  Paritas terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Table 4.2.2.
Distribusi Frekuensi Paritas pemberian ASI Eksklusif pada di Puskesmas Pembina Palembang
tahun 2012
No
Paritas
Frekuensi
Persentasi
1
Tinggi
13 orang
36,1 %
2
Rendah
23 orang
63,9 %

Total
36 orang
100 %
Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang memiliki paritas rendah proporsinya lebih besar yaitu 23 orang (63,9 %),dibandingkan dengan responden yang memiliki paritas tinggi proporsinya yaitu 13 orang (36,1 %).





4.1.2.3     Pendidikan ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif
Table 4.2.3.
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI E ksklusif di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2012.
No
Pendidikan
Frekuensi
Persentasi
1
Tinggi
19
52,8 %
2
Rendah
17
47,2 %

Total
36
100 %

Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang berpendidikan tinggi proporsinya lebih besar yaitu 19  orang (52,8 %), dibandingkan responden yang berpendidikan rendah proporsinya hanya 17 orang (47,2 %).
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pembina Palembang pada tanggal 30 Agustus-06 September tahun 2012. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 36 orang. Selanjutnya data yang telah dikumpulakan diolah dan dilakukan analisa data dengan  menggunakan program komputerisasi SPSS.
Jumlah responden penelitian ini 36 orang. dari analisis responden yang menyusui secara Eksklusif proporsinya 13 orang (36,1 %), sedangkan yang tidak menyusui Eksklusif yaitu 23 orang (36,9 %).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif yaitu umur, Paritas dan pekerjaan.
4.2.1.      Paritas
           Dalam penelitian ini paritas dikategorikan menjadi dua yaitu : Tinggi Jika jumlah  anak ≥3 dan Rendah Jika jumlah anak ≤ 2.
           Menurut hasil bivariat menunjukkan responden yang memiliki paritas rendah yang menyusui secara Eksklusif  7 orang (58,3 %) tidak menyusui secara Eksklusif 16 orang (66,7 %). Sedang yang memiliki Paritas tinggi yang menyusui secara Eksklusif 5 orang (41,7 %) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif  8 orang (33,3 %).
           Menurut G.J.Ebrahim (1978) bahwa faktor emosional dan social menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui pertamanya.
           Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa ibu yang dikategorikan memiliki paritas rendah lebih banyak memberikan ASI dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas tinggi Karena yang sangat mendukung penerapan dari Pemberian ASi Eksklusif bukan hanya dari pengalaman tetapi yang sangat mempengaruhi yaitu pengetahuan dari seorang ibu.
           Dari hasil analisis univariat didapatkan responden yang memiliki parita rendah proporsinya 23  orang  (63,9 %) sedangkan yang berpendidikan tinggi 13 orang (36,1 %).
4.2.2.      Pendidikan
Dalam penelitian ini pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu : tinggi (bila tamat ≥ SMA) dan rendah (bila tamat ≤ SMA).Dari hasil analisis univariat didapatkan responden yang berpendidikan tinggi 19 orang (52,8 %) sedangkan responden yang berpendidikan rendah 17 orang (47,2 %).
Menurut hasil bivariat menunjukkan responden berpendidikan tinggi menyusui secara Ekslusif  7 orang (58,3 %) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif 12 orang (50 %). Sedangkan responden yang berpendidikan rendah yang menyusui secara Eksklusif 5 orang (41,7 %%) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif 12 orang (50 %).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dini Saraswati (2007) menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan PT yaitu 40% (4 orang), sedangkan sebagian kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD yaitu 7,4% (2 orang). Dalam hal ini jelas bahwa dengan pengetahuan yang tinggi wawasan dan usaha untuk mecari informasi akan lebih luas, karena orang yang memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan memahami informasi yang diterimanya bila dibanding dengan respoden yang berpendidikan lebih rendah. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat lebih tepat dilaksanakan edukasi (pendidikan kesehatan).
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ibu dengan kategori berpendidikan tinggi (Tamat ≥ SMA) lebih banyak memberikan ASI Eksklusif dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (tamat < SMA). Sebab ibu yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah sehingga pendidikan mempengaruhi terhadap pemberian ASI Eksklusif.








BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2012 pada tanggal 01-06 September tahun 2012, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dari 36 orang  yang datang ke Puskesmas Pembina Palembang pada tahun 2012, ibu yang menerapkan pemberian ASI Secara Eksklusif sebanyak 12 orang (3,33 %) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 24 orang (66,7 %).
2.      Dari 36 orang yang datang ke Puskesmas Pemina Palembang tahun 2012, yang memiliki paritas yang tinggi 13 orang (36,1 %) dan yang memiliki paritas yang rendah sebanyak 23 orang (63,9 %).
3.      Dari 36 orang yang datng ke Puskesamas Pembina tahun 2012, yang berpendidikan tinggi sebanyak 19 orang (58,2 %) dan yang berpendidikan rendah sebanyak 17 orang (47,2 %).



5.2. Saran
5.2.1 Bagi Pihak Puskesmas
Di harapkan lebih dapat lebih dalam memberikan informasi mengenai kesehatan dan lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan terutama mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi bayi.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar penelitian ini menjadi bahan referensi dan merupakan informasi lengkap yang bermanfaat untuk mahasiswa Akademi Kebidanan Pondok Pesantren Assanadiyah Palembang khususnya tentang pemberian ASI Eksklusif.
5.2.3 Bagi Peneliti Yang Akan Datang
Diharapkan peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian tentang pemberian ASI Eksklusif di tempat yang berbeda, sehingga kita semua mengetahui betapa pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi ibu dan bayi.

  BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara Eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6  bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005)
Demikian halnya dengan volume Air Susu Ibu (ASI) yang semakin banyak, sesuai kebutuhan bayi yang semakin tinggi, berkaitan dengan penyusuan. Pada hari ke-10 diproduksi ASI matur. Komposisi ASI yang keluar saat isapan-isapan pertama bayi (formilk) berbeda dengan komposisi ASI yang terkandung dalam isapan-isapan akhir bayi (hindmilk). Hindmilk mengandung lemak dan karbohidrat yang lebih banyak ketimbang formilk (Iswati, 2009). 
Menurut ahli gizi anak United Nation Childrens Fund (UNICEF), Felicity Savage King mengatakan, pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada sistem endokrin yakni pelepasan hormon prolaktin dan oxitosin yang akan mempengaruhi sikap dan pola asuh ibu terhadap perkembangan emosional dan otak anak. Sehingga anak-anak yang tidak mendapatkan ASI cenderung lebih beresiko terkena depresi dan masalah emosional lainnya (Sitopeng, 2008).
Sebuah analisis menerangkan  bahwa memberikan ASI selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa diseluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran. Sementara itu, menurut (UNICEF), ASI eksklusif dapat menekan angka kematian bayi di Indonesia. UNICEF menyatakan bahwa 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahun bisa di cegah melalui pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sejak sejam pertama setelah kelahirannya tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi ( Prasetyo, 2009 )
Berdasarkan survei International di Indonesia, diketahui bahwa rata-rata bayi Indonesia hanya mendapatkan ASI eksklusif selama 1,7 bulan. Padahal, kajian World Health Organization (WHO) yang dituangkan dalam Keputusan mentri No. 450 menganjurkan agar bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Turunnya angka ini terkait pengaruh sosial budaya di masyarakat, yang menganjurkan supaya bayi diberikan makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan (Prasetyo, 2009).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007-2008 pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 2 bulan hanya 64%. Persentase ini menurun dengan jelas menjadi 45% pada bayi berumur 2-3 bulan dan 14% pada bayi berumur 4-5 bulan. Hanya 40% bayi mendapatkan ASI dalam satu jam kelahiran sedangkan pemberian ASI eksklusif di kota Surabaya dari 15.983 bayi berusia 6 bulan, hanya 3.302 bayi diantaranya yang mendapat ASI. Baru sekitar 20,66% bayi mendapat ASI secara eksklusif (Ririn, 2009).
Data dari Dinas Kesehatan (DINKES) Sumatera Selatan tahun 2009 tentang cakupan pemberian ASI Eksklusif di OKU mencapai 46,94%, OKI mencapai 73,39%, Muara Enim mencapai 19,05%, Lahat mencapai 15,51%, Musi Rawas mencapai 49,26%, Musi mencapai 48,97%, OKU Selatan mencapai 12,29%, OKU Timur mencapai 6,44%, Ogan Ilir mencapai 77,63%, Empat Lawang mencapai 11,4%, Palembang mencapai 31,26%, Prabumuli mencapai 11,83%, Pagar Alam mencapai 74,19%, Lubuk Linggau mencapai 19,22% (Dinas Kesehatan Sumatera Selatan tahun 2009).
Cakupan pemberian ASI Ekslusif untuk Kota Palembang Tahun 2010 sebesar 41.51%. Cakupan ini masih jauh di bawah target pencapaian pemberian ASI Ekslusif Indonesia yaitu 80% (Dinkes, 2010)
Data yang diperoleh dari Puskesmas pembina Palembang tahun 2009, 100 % bayi diberi ASI secara Eksklusif dengan jumlah bayi sebanyak 410 orang. Data yang diperoleh dari Puskesmas Pembina tahun 2010,  jumlah bayi sebanyak 338 orang, diantaranya yang mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 210 orang (62,13 %) dan yang tidak  mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 128 orang (37,86%). Sedangkan data yang diperoleh dari Puskesmas Pembina Palembang tahun 2011, jumlah bayi sebanyak 179 orang, diantaranya yang mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 142 orang (79,3 %) dan yang tidak mendapatkan ASI secara Eksklusif sebanyak 37 orang (20,7 %) (medical Record  Puskesmas Pembina Palembang).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “ Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “ Bagaimana Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1.  Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu tentang ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya Gambaran Paritas Terhadap Pemberian ASI      Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012
1.3.2.2 Diketahuinya Gambaran Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012
1.4  Manfaat Penelitian
a.      Bagi peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai pengalaman nyata yang sangat berharga dalam mengintegrasikan pengetahuan yang bersifat teoritik dengan kondisi sebenarnya di lapangan.



b.      Bagi Puskesmas Pembina Palembang
Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi tentang Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang.
c.       Bagi Akademi Kebidanan Pondok Pesantren Assanadiyah Palembang
Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi dan tambahan wacana yang terus dikembangkan mengenai ASI Eksklusif. Lebih lanjut penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dijadikan dasar bagi rekan – rekan mahasiswi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
d.      Bagi peneliti lain
Bisa bermanfaat bagi peneliti lain sebagai informasi dan bahan perbandingan tentang hasil penelitian yang berkaitan dengan Pemberian ASI Eksklusif.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  ASI Eksklusif
2.1.1        Konsep Dasar ASI Eksklusif
a.       ASI
ASI adalah susu yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum sanggup mencerna makanan padat. (Kusumawardhani, 2010)
b.      ASI Eksklusif
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6  bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005).
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain dan tanpa tambahan makanan lain yang diberikan pada bayi berumur 0 - 6 bulan (Dinkes, 2008).
Riset media mengatakan bahwa ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada 6 bulan pertama bahkan pada usia lebih dari 6 bulan.
Dukungan Ibu dari berbagai pihak agar target ASI eksklusif selama 6 bulan berhasil dicapai :
Anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar para ibu memberikan ASI eksklusif setidaknya selama 6 bulan pertama kehidupan bayinya dianggap sekelompok ilmuwan sebagai anjuran idealistis ketimbang realistis. 
Sebuah penelitian di Skotlandia terhadap 36 perempuan hamil dan orang yang mendampingi si ibu hamil (ibu atau suami ibu hamil), mendapati, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah hal yang berat. 
Penelitian yang dilakukan selama 6 bulan sebelum melahirkan hingga 6 bulan setelah para responden melahirkan ini mendapati, perasaan memberi ASI eksklusif tidak seperti yang dikatakan orang. 
Pendidik laktasi, Desirre Andrews, ibu dari 4 anak di Colorado Springs, Amerika Serikat, mengatakan, pemberian ASI eksklusif sebenarnya bukan masalah rumit. "Saya rasa perempuan butuh didengarkan akan kebutuhan mereka agar bisa berhasil mencapai tujuan pemberian ASI selama 6 bulan."
2.1.2        Manfaat Pemberian ASI
     Menurut Kusumawardhani, manfaat dari pemberian ASI meliputi :
1.      Bagi Bayi
a.        Sebagai sistem imunitas yang baik
   Bayi yang mendapatkan ASI dari ibunya akan memilikki sistem imunitas ( daya tahan tubuh ) yang lebih baik dari pada bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI. Kadar imunoglobulin ( zat-zat yang membentuk kekebalan tubuh ) yang sangat tinggi terdapat pada kolostrum, yaitu cairan kuning kental yang merupakan ASI pertama yang keluar setelah ibu melahirkan. ASI juga mengandung kekebalan tubuh ( antibodi ) yang akan dapat memberikan perlindungan alami bagi bayi baru lahir.
b.      Memiliki IQ yang tinggi
           Berdasarkan penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki IQ ( intelligence Quotient ) lebih tinggi dari pada bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI.
c.       Perkembangan psikomotorik lebih cepat
           Menurut penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, memiliki perkembangan psikomotorik yang lebih cepat dari bayi yang tidak mendapatkan ASI. Bayi yang mendapatkan ASI dapat berjalan  dua bulan lebih cepat dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu formula.
d.      Menunjang perkembangan kognitif
           Bayi yang mendapat ASI, akan memiliki perlindungan gigi yang lebih baik, sebab, adanya kadar selenium ( mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai antidioksidan untuk meredam aktifitas radikal bebas ) dalam ASI yang cukup tinggi.
e.       Menunjang perkembangan penglihatan
           Bayi yang mendapat ASI, akan memiliki perkembangan penglihatan yang baik. Sebab, didalam ASI mengandung asam omega 3.
f.       Membantu bayi cepat berbicara
           Saat menyusu pada ibu, bayi melakukan gerakan mengisap yang lebih kuat sehingga akan membantu memperkuat otot pipi. Hal ini dapat membantu bayi cepat  berbicara.
g.      Memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi
           Saat menyusui , ibu dan bayi akan  bersentuhan kulit. Hal ini akan memberikan rasa hangat dan nyaman. Proses menyusui ini akan meningkatkan kedekatan antara bayi dan ibu
h.      Membantu sistem pencernaan
           ASI merupakan susu yang paling aman. sebab, cenderung bebas dari bakteri. Hal ini akan membuat bayi tidak mendapat masalah dalam proses pencernaannya.
2.      Bagi Ibu
1.      Mencegah perdarahan
      Menyusu bayi setelah lahir, dapat merangsang kontraksi otot-otot pada saluran ASI dan membuat ASI keluar


2.      Mencegah anemia defisiensi zat besi
      Dengan menyusui, dapat mencegah perdarahan pascapersalinan. Hal ini dapat mengurangi terjadinya resiko defisiensi ( kekurangan ) darah yang menyebabkan anemia pada ibu.
3.      Mengurangi berat badan
      Ketika menyusui, jumlah kalori yang terbakar adalah sebesar 200 hingga 500 kalori per hari. Hal ini tentu saja dapat membantu ibu mengurangi berat badan
4.      Sebagai ungkapan kasih sayang
      Saat menyusui, hubungan batin ibu dan anak akan bertambah kuat. Ibu akan merasa dibutuhkan dan bahagia karena dapat memberikan sesuatu untuk sang bayi. Sedangkan, bayi akan merasa aman dan nyaman dalam pelukan ibunya.
5.      Mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium
      Menyusui dapat mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium. Diperkirakan pencegahannya mencapai 25 %.
6.      Sebagai alat kontrasepsi
      Pemberian ASI secara Eksklusif dapat berfungsi sebagai alat kontrasepsi. Isapan bayi pada payudara ibu akan merangsang hormon prolaktin yang berfungsi menghambat terjadinya pematangan sel telur sehingga menunda kesuburan.( wahyu Media 2010 )
3.      Bagi Negara
a.       Penghematan devisa untuk pembelian susu formula serta perlengkapan menyusui.
b.      Menciptakan generasi penerusan bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membanggun negara.
c.       Awal untuk mengurngi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya generasi  yang  hilang khususnya bagi Indonesia.
2.1.3        Komposisi yang terkandung dalam ASI
      Menurut Arini H, Komposisi yang terkandung dalam ASI meliputi :
1.      Protein
Protein dalam ASI mencapai kadar yang lebih dari cukup untuk pertumbuhan optimal, sementara ASI juga mengandung muatan yang mudah larut yang sesuai untuk ginjal bayi yang belum matang.
2.      Lemak
Seperti halnya substansi protein dalam ASI dapat membantu absorsi lemak. Fungsi kolesterol dengan kadar tinggi dalam ASI tidak sepenuhnya dipahami tetapi di perkirakan bahwa kadar awal ini dapat mempengaruhi tubuh dalam menangani suatu substansi di kemudian hari.

3.      Karbohidrat – Laktosa
Perkembangan sistem saraf pusat merupakan bagian dari fungsi laktosa dalam ASI, laktosa juga memberi sekitar 40% kebutuhan energi bayi. Asupan laktosa yang berlebihan kadang-kadang dicurigai terjadi pada bayi yang mendapat ASI, yang bersifat mudah marah, gelisah dan konsistensi feces encer.
4.      Vitamin
ASI memberi vitamin yang cukup bagi bayi, walaupun kadarnya bervariasi sesuai dengan alat maternal. Penting bagi bayi untuk mendapatkan kolostrum dan kemudian susu awal untuk memastikan bahwa vitamin yang larut diperoleh bayi pemancaran sinar matahari selama 30 menit setiap minggu ke kepala dan tangan menghasilkan vitamin D yang cukup.
5.      Mineral
Protein dalam ASI mencapai kadar yang lebih dari cukup untuk pertumbuhan optimal, sementara ASI juga mengandung muatan yang mudah larut yang sesuai untuk ginjal bayi yang belum matang.
6.      Kolostrum
Cairan kental yang berwarna kekuningan-kuningan yang dihasilkan pada sel alveoli payudara ibu. Sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi dan kemampuan ginjal bayi baru lahir yang belum mampu menerima makanan dalam volume basar dan melapisi bagian dalam saluran pernapasan dan mencegah kuman penyakit memasuki saluran pernapasan.         
7.      Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi lagi.Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula (IDAI Cab. DKI Jakarta, 2008).












Tabel 2.1
Perbedaan komposisi kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur

Kandungan
Kolostrum
ASI Transisi
ASI Matur
Energi (kgkal)
57,0
63,0
65,0
Laktosa (gr/100 ml)
6,5
6,7
7,0
Lemak (gr/100 ml)
2,9
3,6
3,8
Protein gr/100 ml
1,195
0,965
1,324
Mineral (gr/100 ml)
0,3
0,3
0,2
Immunoglobin :



Ig A (mg/100 ml)
335,9
-
119,6
Ig G (mg/100 ml)
5,9
-
2,9
Ig M (mg/100 ml)
17,1
-
2,9
Lisosin (mg/100ml)
14,2-16,4
-
24,3-27,5
Laktoferin
420-520
-
250-270
(Taufan Nugroho, 2011)



2.1.4  Tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan Komposisi yang berbeda
           Dr. Taufan Nugroho membagi Tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan Komposisi yang berbeda :
1.   Kolostrum
        Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150-300 ml/hari
a.       Berwarna kuning jernih dengan protein berkadar tinggi
b.       Mengandung : imunoglobin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Zn, Fe)
vitamin (A,D,E,K) lemak dan rendah laktosa.
c.       Pengeluaran kolostrum berlansung sekitar dua tiga hari dan diikuti ASI yang mulai berwarna putih.
2.   ASI Transisi (peralihan/antara)
        ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah. ASI antara, mulai berwarna bening dengan susunan yang disesuaikan kebutuhan bayi dan kemampuan mencerna usus bayi.
3.   ASI sempurna (ASI matang)
ASI sempurna adalah ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300-850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Pengeluaran ASI penuh sesuai dengan perkembangan usus bayi, sehingga dapat menerima susunan ASI sempurna.
2.1.5      Faktor-Faktor yang mempengaruhi produksi ASI
Menurut Dr. Taufan Nugroho Faktor-Faktor yang mempengaruhi produksi ASI meliputi :
1.      Frekuensi pemberian susu
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bawa produksi ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu.
Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan beruhubungan dengan produksi ASI yang cukup. Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
2.      Berat bayi saat lahir
Hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk menghisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari ke dua dan usia satu bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan menghisap yang mengakibatkan perbedaan yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. Penelitian menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah melahirkan. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibanding dengan bayi yang berat lahir normal ( > 2500 gr). Kemampuan menghisap bayi lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktif dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
3.      Usia kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.
4.      Usia ibu dan paritas
Umur parintas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Penelitian luar menemukan bahwa pada ibu menyusui usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari 15 bayi. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi ASI pada hari keempat setelah melahirkan lebih tinggi dibanding ibu yang melahirkan pertama kali.
5.      Stres dan penyakit akut
Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mengganggu produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji dampak dari berbagai tipe stres ibu khususnya kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi ASI.
6.      Mengkonsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu horman prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan mentsimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan penyapihan dini meskipun volume ASI elitian diluar  men dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Meskipun demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu perokok yang masih menyusui 0-6 minggu setelah melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Studi lain mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok per hari mempunyai prolaktin 30 – 50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok.
7.      Mengkonsumsi alkohol
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI  sebaiknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI. Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.
2.1.4        Tujuh Langkah Keberhasilan ASI Eksklusif
Sepuluh langkah yang terpenting dalam persiapan keberhasilanmenyusui secara Eksklusif menurut Departemen Kesehatan RI (2005) adalah sebagai berikut
1)      Mempersiapkan payudara ibu jika diperlukan
2)      Mempelajari ASI dan tata laksana menyusui
3)      Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya
4)      Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” seperti “Rumah sakit sayang bayi “  atau “ Rumah bersalin yang sayang bayi”.
5)      Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara eksklusif
6)      Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi atau konsultasi untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran
7)      Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.

5.1.6        Faktor-faktor pendukung keberhasilan pemberian ASI
1)      Ibu harus yakin bahwa mampu menyusui bayinya.
2)      Ibu cukup minum (8-12 gelas/hari)
3)      Ibu dalam keadaan pikiran tenang dan damai
4)       Perhatian cara meletakkan bayi dan cara meletakkan puting pada mulut bayi dan benar
5)      Makin sering payudara dihisap bayi, makin banyak produksi susu untuk bayi.
6)      Pengertian dan dukungan keluarga, terutama dari suami sangat penting.
(Siregar Arifin,2004)
5.1.7        Posisi menyusui
Menurut Karin Cadwell dan Cindy Turner-Maffei menyebutkan berbagai macam posisi dalam menyusui :
a.       Postur timangan atau Madona
                                              1.      Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman
                                              2.      Bayi berbaring miring menghadap ibu
                                              3.      Sisi kepala dan tubuh bayi berada di lengan bawah ibu di sebelah payudara yang diisap
b.      Postur timangan-menyilang
1.      Ibu duduk denhgan postur tubuh yang nyaman
2.      Bayi berbaring miring menghadap ibu
3.      Sisi tubuh bayi berada di lengan bawah ibu pada sisi yang berlawanan dengan payudara yang digunakan untuk menyusui
4.      Tangan menyangga leher dan bahu bayi sedemikian rupa agar bayi dapat menengadahkan lehernya
c.       Postur football atau mengepit
1.      Ibu duduk dengan posisi yang nyaman
2.      Bayi berbaring telentang, meringkuk diantara sisi dada dan lengan ibu
3.      Tubuh bagian atas bayi disangga oleh lengan bawah ibu
4.      Tangan ibu menyangga leher dan bahu bayi
5.      Pinggul bayi fleksi pada belakang kursi atau permukaan lain tempat ibu bersandar
d.      Postur semi-sandar
1.      Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman, postur semi sandar
2.      Ibu condong ke belakang dan bayi berbaring berhadapan dengan tubuh ibu, biasanya berbaring miring
e.       Postur berbaring-miring
1.      Ibu berbaring miring
2.      Bayi berbaring miring dengan dada bayi bersandar pada dada ibu
3.      Lengan ibu yang terdekat dengan matras atau selimut gulung menyangga bayi
f.       Postur Austalia
1.      Ibu berbaring telentang
2.      Bayi bersandar pada dada ibu
3.      Posisi ini berguna saat ibu memiliki produksi ASI yang banyak atau aliran ASI yang keras/cepat karena membuat bayi lebih mampu menggerakkan kepalanya
2.1.5             Kebijakan –kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan  
               ASI
1.      Inpres No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana penetapan bahwa salah satu program usah perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
2.      Permenkes No.240/1985 melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya dari paada ASI.
3.      Permenkes No.76/1975 menghapuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumka pada label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup mencolok, melarang promosi susu formula yang di maksudkan sebagai ASI disemua sarana pelayanan kesehatan.
4.      Mengganjurkan menyusui secar eksklusif  sampi bayi berumur 4-6 bulan dan mengganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
5.      Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun suasta.
6.      Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.
7.      Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di seluruh rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.
8.      Garis-Garis besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program Pembanggunan Nasional  (PROPENAS) menggamatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Model dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai pemberia Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.   
2.2  Karakteristik Pemberian ASI Eksklusif
Karakteristik ibu menyusui menurut Arini H :
a.       Umur
           Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorng akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
           Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan, persalinan dan menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI Eksklusif, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggapmasih belum matang secara fisik, mental dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bias terjadi resiko bawaan pada bayinya dan juga dapat mengakibatkan kesulitan pada kehamilan, persalian dan  nifas.
           Umur ibu sangat menetukan kesehatan maternal karena berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengsuh juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap secara jasmani dan social dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta dalam membina bayi yang dilahirkan (Depkes RI, 1994). Sedangkan ibu yang berumur 20-35 tahun, menurut Horlock (1997) disebut sebagai “masa dewasa” dan disebut juga masa reproduksi, dimana pada masa ini diharapkan orang telah mampu unuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, persalian dan nifas serta merawat bayinya nanti.
           Pada primipara dengan usia 35 tahun ke atas dimana reproduksi hormon relative berkurang, mengakibatkan proses laktasi menurun, sedangkan pada usia (12-19 tahun) harus dikaji pula secara teliti karena perkembangan fisik, psikologis, maupun sosialnya belum siap sehingga dapat mengganggu keseimbangan psikologi dan dapat mempengaruhi dalam produksi ASI .
           Husaini (1999) mengatakan bahwa umur 35 tahun lebih, ibu melahirkan termasuk beresiko karena pada usia ini erat kaitannya dengan anemia gizi yang dapat mempenngaruhi produksi ASI yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian Kusmayanti (2005) bahwa semakin meningkat umur maka persentase berpengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi, wawasan dan mobilisasi yang masih rendah.
           Menurut pendapat Hurlock B.E. (2002), bahwa semakin meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan seseorang dalam berfikir dan bekerja juga akan lebih matang.
b.      Paritas
           Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu. Seorang ibu dengan anak pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara yang sebenarnya dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik yang dialami orang lain, hal ini memungkin ibu ragu untuk memberikan ASI pada bayi nya .
           Menurut Perinansia (2003), paritas dalam menyusui adalah pengalaman pemberian ASI Eksklusif, menyusui pada anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga, serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan atau petugas kesehatan lainnya, juga kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang pertama kali hamil.
           Dalam pemberian ASI Eksklusif, ibu yang pertama kali menyusui pengetahuannya terhadap pemberian ASI Eksklusif belum berpengalaman dibandingkan dengan ibu yang sudah berpengalaman menyusui anak sebelumnya.
           Menurut G.J.Ebrahim (1978) bahwa factor emosional dan social menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui pertamanya.
           Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberiann ASI Eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal yang baru guna pemeliharaan kesehatannya. Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akanmenjadi pengetahuan.
           Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam memberikan ASI Eksklusif, hal ini dihubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggiakan mempunyai pengetahuan yang luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah.
           Pergeseran paradigma itu dipicu oleh tingginya tingkat kebutuhan hidup dan meningkatnya pemahaman kaum wanita tentang aktualisasi diri. Pendidikan dan kebebasan informasi membuat para wanita kini lebih berani memasuki wilayah pekerjaan lain yang dapat memberdayakan kemampuan dirinya secara maksimal sehingga ibu tidak dapat memberikan ASI Eksklusif. Pendidikan juga akan membuat seseorng terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan jadi pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dini Saraswati (2007) menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan PT yaitu 40% (4 orang), sedangkan sebagian kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD yaitu 7,4% (2 orang). Dalam hal ini jelas bahwa dengan pengetahuan yang tinggi wawasan dan usaha untuk mecari informasi akan lebih luas, karena orang yang memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan memahami informasi yang diterimanya bila dibanding dengan respoden yang berpendidikan lebih rendah. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat lebih tepat dilaksanakan edukasi (pendidikan kesehatan).


c.       Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang dapat mempenggaruhi tingkah laku manusia. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka mereka yang tidak berpendidikaan, karena mereka yang berpendidikan tinggi mampu menghadapi tantangan dengan rasional.
Tingkat pendidikan adalah proses dimana orang dihadapkan pada pengaru lingkungan terpilih dan terkontrol, khususnya yang datang dari sekolah sehingga mereka dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. Manfaat menyusui hendaknya selalu ditekankan dari segi pendidikan keluarga terutama pada masa remaja karena pendidikan sangat mempengaruhi prilaku seseorang.
Dengan pendidikan seseorang mengetahui sesuatu hal, seseorang yang mempunyain pendididkan tinggi lebih cendrung mengetahui manfaat ASI di bandingkan dengan yang berpendidikan lemah, sebab dengan pendidikan seseorang dapat lebih mengetahui sesuatu hal.   
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005) yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,  agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak mulia,  serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2005).
d.      Pekerjaan
           Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluarganya.Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI Eksklusif. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahiuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar rumah ( sektor formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, terutama mendapatkan informasi tentang ASI Eksklusif.
           Seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Apabila ia tidak bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, bekerja untuk perempuan sering kalibukan pilihan tetapi karena pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
           Menurust Utami Roesli (2005) bekerja bukan alas an untuk menghentikan pemberian ASI Eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, ada perlengkapan memerah ASI danm dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara Eksklusif.
           Menurut hasil penelitian Andryani (2005) diperoleh bahwa sebanyak 52,5 % ibu yang bekerja mempunyai pengetahui menyusui dengan baik dan 47,5 % ibu tidak bekerja memiliki pengetahuan kurang baik tentang ASI Eksklusif.

2.3  Kerangka Konsep

Bagan 2.1
Kerangka Konsep

 Variabel Independen                                   Variabel Dependen
Pemberian ASI Eksklusif
Paritas
Pendidikan ibu
 




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1   Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis yang digunakan penulis adalah deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2005 ). Sedangkan jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu berbentuk angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran  (Arikunto,  2006 ).
3.2     Definisi Operasional
Definisi operasional adalah pembatasan ruang lingkup atau pengertian variabel – variabel yang diamati atau diteliti (Notoadmojo, 2002)
3.2.1        Variabel Dependen
a.      ASI Eksklusif
1.   Definisi Operasional              : Bayi hanya diberikan air susu                                           ibu tanpa makanan tambahan    
                                                 lain           
2.   Cara ukur                             : Wawancara
3.   Alat ukur                                : Quesioner
4.   Hasil ukur                               :  1. Ya      : Bila ibu memberikan
                                                                   ASI Eksklusif
2. Tidak            : Bila ibu tidak        
memberikan   ASI Eksklusif  
(Utami Roesli, 2004).
5.      Skala ukur              : Ordinal
3.2.2        Variabel Independen
b.      Paritas
1.      Definisi Operasional              : Jumlah anak yang pernah
                                                 dilahirkan oleh seorang ibu
2.      Cara ukur                               : Wawancara
3.      Alat ukur                               : Quesioner
4.         Hasil ukur                             :1. Rendah  : Jika jumlah anak ≤ 2
                                      2.Tinggi     : Jika jumlah  anak ≥3
                                                                                                  (Hartanto, 2003)
5.      Skala ukur                              : Ordinal
c.       Pendidikan
1.      Definisi Operasional             : Tingkat pendidikan terakhir oleh
                                                Ibu pada saat penelitian
2.      Cara ukur                              : Wawancara                                                                                                                                                                      
3.      Alat ukur                              : Quesioner
4.      Hasil ukur                             : 1. Tinggi : jika ibu 
                                                   Berpendidikan ≥ SMA
2.Rendah : jika ibu
                                                       berpendidikan < SMA
                                                      (Saifudin,2002)
5.      Skala ukur                            : Ordinal

3.3     Populasi dan Sampel Penelitian
1.3.1        Populasi
   Populasi adalah kesuluruhan obyek penelitian atau obyek penelitian yang diteliti (Notoadmojo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan yang datang ke Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012. Yaitu sebanyak 36 orang.
1.3.2        Sampel
Sempel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel adalah sebagian dari total populasi
Sampel penelitian ini adalah total dari keseluruhan populasi dalam penelitian, dalam hal ini ibu-ibu yang membawa bayinya yang berusia diatas 6-12 bulan untuk imunisasi atau berobat di Puskesmas Pembina Palembang pada saat penelitian.yaitu sebanyak 36 orang.



3.4     Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.4.1  Teknik pengumpulan data
Data ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menanyakan secara langsung kepada respponden tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.
3.4.2  Instrumen pengumpulan data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar Quesioner

3.5  Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1        Tempat penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah adalah Puskesmas Pembina Palembang.
3.5.2        Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 30 Agustus-06 September 2012







3.6  Teknik Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010) pengumpulan data dilakukan menggunakan:
a.    Editing
Memilih atau menyortir data sedemikian rupa sehingga hanya data yang dipakai saja yang tinggal. Hal ini bermaksud untuk merapikan data agar bersih, rapi dan tinggal mengadakan pengolahan lanjutan
b.   Coding
Tahap ini merubah data yang dikumpulkan kedalam bentuk yang lebih ringkas. Memberi kode untuk masing-masing variabel terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa kelengkapannya.
c.    Entry
           Data yang telah diberi kemudian dimasukkan ke dalam komputer
d.   Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan, dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variable dan menilai kelogisannya.
3.7     Analisa Hasil Penelitian
      Analisa hasil penelitian ini menggunakan analisa univariat dimaksudkan untuk menjelaskan atau mendeskrifsikan karakteristik setiap variabel penelitian, yaitu : umur dan paritas (Notoaatmodjo, 2010).

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
4.1.1        Profil Puskesmas Pembina Palembang 
4.1.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Pembina Palambang
Puskemas Pembina terletak di kecamatan seberang ulu I tepatnya dikelurahan silaberanti. Puskesmas ini terletak di pinggir jalan sehingga masyarakat yang memerlukannya mudah untuk menjangkaunya.
Puskesmas ini dahulunya adalah sebuah klinik bersalin yang merupakan cabang dari Rumah Sakit Umum  M.Husin, sehingga sampai dengan saat ini Puskesmas Pembina dikenal sebagai sebuah puskesmas dengan tempat tidur khusus bersalin yang buka 24 jam dengan berbagai macam kegiatan sebagai Puskesmas lainnya disertai dengan adanya kehadiran Dokter Spesialis Kebidanan, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter mudah.(Calon Dokter).


4.1.1.2  Sejarah Kepemilikan Puskesmas Pembina Palembang
Puskesmas Pembina dahulunya adalah sebuah klinik bersalin yang merupakan klinik cabang Rumah Sakit Umum M.Husin (RSU Palembang dahulunya) klinik bersalin ini cukup ramai di kunjungi oleh masyarakat yang membutuhkannya. Dengan semakin ramainya pengunjung dan semakin luasnya kebutuhan kesehatan masyarakat sekitar klinik bersalin ini di kembangkan menjadi sebuah klinik yang dikelola oleh Dinas Kewsehatan Palembang.
Sehingga semenjak tanggal 2 mei 1993 klinik bersalin cabang Rumah Sakit Umum M.Husin ini diserahkan pengelolanya kepada pemerintah Daerah Kota Palembang yang pelaksanaanya diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang yang diberi nama Puskesmas Pembina 8 ulu, oleh karenanya sejak saat itu dalam pelaksanaan kesehatannya puskesmas selalu dalam pengawasan Dinas Kesehatan Kota Palembang.
Berdasarkan SK Walikota Palembang pada tanggal 1 April 1994 nama Puskesmas Pembina 8 ulu diganti menjadi PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG dengan wilayah kerja meliputi kelurahan 8 ulu dan kelurahan Silaberanti. Sejak tanggal 17 Juli 2003 berdasarkan keputusan walikota nomor 599 tahun 2003 Puskesmas uji coba “Swakelola”.
Dengan adanya perjanjian kerjasama PT.Asuransi Kesehatan Indonesia cabang Palembang dan Puskesmas Puskesmas Pembina Palembang nomor:PKS/0601/1203 maka terhitung sejak tanggal 1 Desember 2003 Puskesmas Pembina Palembang melayani pemeliharaan kesehatan untuk peserta Askes keluarga.
4.1.1.3  Letak Gegrafi
Puskesmas Pembina terletak di Jl. Ahmad Yani Kelurahan Silaberanti ke seberang ulu I, letak Puskesmas Pembina ini tepat dipinggir jalan raya yang cukup strategis dan mudak dijangkau oleh masyarakat, selain itu juga banyak dilalui kendaraan umum.
Wilayah kerja 2 kelurahan yaitu kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 ulu, dengan luas wilayah kerjanya + /- 678 Ha.
Table luasnya wilayah Puskesmas Pembina
No
Nama Kelurahan
Luas wilayah
1
Kelurahan Silaberanti
381 Ha
2
Kelurahan 8 ulu
297 Ha

Total
678 Ha

Wilayah kerja Puskesmas Pembina berbatsan dengan :
·            Sebelah Utara berbatasan dengan 8/10 ulu
·            Sebelah Selatan berbatasan dengan 13 ulu
·            Sebelah Barat berbatasan dengan 7 ulu
·            Sebelah Timur berbatasan dengan plaju ilir
Kondisi geografis wilayah kerjanya terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa.
4.1.1.4  Keadaan Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Pembina kelurahan Silaberanti dan kelurahan 8 ulu dengan keadaan social ekonominya, mata pencaharian penduduk kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 ulu hamper sama yaitu :
·         Buruh Kasar
·         Pegawai Negeri
·         Pedagang
·         Pensiuman
·         Pengrajin
4.1.1.5  Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Puskesmas Pembina memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui 6 program pokok Puskesmas beserta 3 program spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
6        (enam) Program pokok Puskesmas tersebut adalah :
1.      Promosi Kesehatan (Promkes)
2.      Sanitasi (Kesehtan Lingkungan)
3.      KIA/KB
4.      Gizi
5.      Pencegahan dan pemberantasan
6.      Pengobatan
Tiga Program spesifik yang dilaksanakan Pembina adalah :
                                                                                     1.      Klinik Kesehatan Reproduksi
                                                                                     2.      Klinik Gilingan mas
                                                                                     3.      Klinik Gawat darurat
Fasilitas yang disediakan di Puskesmas Pembina adalah sebagai berikut :
1.      Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (KIA/KB)
2.      Klinik Pelayanan Kesehatan Anak (BP Anak)
3.      Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (Bp Dewasa)
4.      Klinik Pelayanan Kesaehatan Gigi (Bp Gigi)
5.      Klinik Pelayanan Kesehatan Spesialis (BP spesialis)
a.       Spesialis Kebidanan
b.      Spesialis Anak
c.       Spesialis Dewasa
6.      KLinik Sehat (Gilingan Mas)
7.      Klinik ini melayani :
a.       Konsultasi Gizi
b.      Imunisasi
c.       Konsultasi Kebidanan Lingkungan (sanitasi)
d.      Laboratorium
e.       Penyuluhan Kesehatan
f.       Lain-lain
4.1.1.6  Fasilitas Penunjang Pelayanan kesehatan
Untuk penunjang Keberhasilan Puskesmas Pembina dalam rangka pelayanan kesehtan oada masyarakat maka seluruh karyawan harus berpedoman pada visi, misi,motto danm nilai Puskesmas Pembina serta pelaksanaannya harus berpedoman pada protap-protap (standar pelayanan) yang harus dilakukan.
1.      Visi
·            Tercapainya Kelurahan 8 ulu dan Kelurahan Silaberanti sehat yang optimal tahun 2011
2.      Misi
·            Memasyarakatkan paradigma sehat pada semua pihak
·            Meningkatkan profesionalisme seluruh petugas kesehatan yang berorientasi pada standar pelayanan kesehatan
·         Pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu prima
·         Memberdayakan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada
3.      Motto
·               Tanpa anda kami tiada arti
·               Anda sehat kami puas
4.      Nilai
·               Rama-rama dan keterbukaan
5.      Protap
·               Terlampir
4.4.4.7 Jumlah tenaga kerja Puskesmas Pemmbina Palembang
     Sesuai dengan komitmen yang telah disepakati bersama antara pimpinan dan seluruh staf Puskesmas Pembina maka diadakan jadwal pembelajaran dan pelatihan baik di dalam maupun di luar Puskesmas Pembina, hal bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan Sumber Daya Manusia yang ada di Puskesmas Pembina.
     Puskesmas Pembina memiliki 37 orang tenaga kerja untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan sehari-harinya, Puskesmas Pembina dipimpin oleh seorang pimpinan Puskesmas yang sejak 2009 dijabat Dr. HJ.Erfiana Umar M.Kes untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel ini :
Tabel 4.4.4.7 Jumlah Tenaga Kerja Puskesmas Pembina Palembang
No
Keterangan
Jumlah
1
Dokter Umum
1 Orang
2
Dokter Spesialis Kandungan
1Orang
3
Dokter gigi
1 Orang
4
Magister Kesehatan
1 Orang
5
Sarjana Kesehatan Masyarakat
9 Orang
6
Perawat Ahli Madya
40 Orang
7
Perawat
4 Orang
8
Perawat gigi
3 Orang
9
Bidan
7 Orang
10
Asisten apoteker
2 Orang
11
Sanitarian
2 Orang
12
Petugas gizi
1 Orang
13
Analisis
1 Orang

Jumlah
37 Orang
                                    ( Sumber: Profil Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2012)
4.1.1.7  Gambaran khusus / Ruangan tempat dilakukan penelitian
`Penelitian dilakukukan di Ruangan KIA,dimana ruangan KIA ini terdapat 7 orang bidan, Ruangan kesehatan Ibu dan Anak ini melayani ibu hamil, nifas,menyusui,Kb,bayi dan Balita sakit
4.1.2        Analisa Data
           Analisa data dengan menggunakan analisa univariat, hasil analisa data akan ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekwensi dan dibahas sesuai dengan teori, yang menjadi sampel penelitian ini adalah seluruh Ibu yang mempunyai bayi Umur 6-12 bulan.

4.1.2.1. Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.2.1.
Distribusi Frekuensi Ibu berdasarkan pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang
Tahun 2012
No
ASI Eksklusif
Frekuensi
Persentasi
1
Ya
12 orang
33,3 %
2
Tidak
24 orang
66,7%

Total
36 orang
100 %

Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang tidak menyusui secara Eksklusif proporsinya lebih besar yaitu 24 orang (66,7 %), Dibandingkan dengan yang  menyusui secara Eksklusif yaitu 12 orang (33,3 %).
4.1.2.2  Paritas terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Table 4.2.2.
Distribusi Frekuensi Paritas pemberian ASI Eksklusif pada di Puskesmas Pembina Palembang
tahun 2012
No
Paritas
Frekuensi
Persentasi
1
Tinggi
13 orang
36,1 %
2
Rendah
23 orang
63,9 %

Total
36 orang
100 %
Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang memiliki paritas rendah proporsinya lebih besar yaitu 23 orang (63,9 %),dibandingkan dengan responden yang memiliki paritas tinggi proporsinya yaitu 13 orang (36,1 %).





4.1.2.3     Pendidikan ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif
Table 4.2.3.
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI E ksklusif di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2012.
No
Pendidikan
Frekuensi
Persentasi
1
Tinggi
19
52,8 %
2
Rendah
17
47,2 %

Total
36
100 %

Dari tabel dapat dilihat bahwa responden yang berpendidikan tinggi proporsinya lebih besar yaitu 19  orang (52,8 %), dibandingkan responden yang berpendidikan rendah proporsinya hanya 17 orang (47,2 %).
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pembina Palembang pada tanggal 30 Agustus-06 September tahun 2012. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 36 orang. Selanjutnya data yang telah dikumpulakan diolah dan dilakukan analisa data dengan  menggunakan program komputerisasi SPSS.
Jumlah responden penelitian ini 36 orang. dari analisis responden yang menyusui secara Eksklusif proporsinya 13 orang (36,1 %), sedangkan yang tidak menyusui Eksklusif yaitu 23 orang (36,9 %).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif yaitu umur, Paritas dan pekerjaan.
4.2.1.      Paritas
           Dalam penelitian ini paritas dikategorikan menjadi dua yaitu : Tinggi Jika jumlah  anak ≥3 dan Rendah Jika jumlah anak ≤ 2.
           Menurut hasil bivariat menunjukkan responden yang memiliki paritas rendah yang menyusui secara Eksklusif  7 orang (58,3 %) tidak menyusui secara Eksklusif 16 orang (66,7 %). Sedang yang memiliki Paritas tinggi yang menyusui secara Eksklusif 5 orang (41,7 %) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif  8 orang (33,3 %).
           Menurut G.J.Ebrahim (1978) bahwa faktor emosional dan social menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui pertamanya.
           Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa ibu yang dikategorikan memiliki paritas rendah lebih banyak memberikan ASI dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas tinggi Karena yang sangat mendukung penerapan dari Pemberian ASi Eksklusif bukan hanya dari pengalaman tetapi yang sangat mempengaruhi yaitu pengetahuan dari seorang ibu.
           Dari hasil analisis univariat didapatkan responden yang memiliki parita rendah proporsinya 23  orang  (63,9 %) sedangkan yang berpendidikan tinggi 13 orang (36,1 %).
4.2.2.      Pendidikan
Dalam penelitian ini pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu : tinggi (bila tamat ≥ SMA) dan rendah (bila tamat ≤ SMA).Dari hasil analisis univariat didapatkan responden yang berpendidikan tinggi 19 orang (52,8 %) sedangkan responden yang berpendidikan rendah 17 orang (47,2 %).
Menurut hasil bivariat menunjukkan responden berpendidikan tinggi menyusui secara Ekslusif  7 orang (58,3 %) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif 12 orang (50 %). Sedangkan responden yang berpendidikan rendah yang menyusui secara Eksklusif 5 orang (41,7 %%) dan yang tidak menyusui secara Eksklusif 12 orang (50 %).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dini Saraswati (2007) menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan PT yaitu 40% (4 orang), sedangkan sebagian kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD yaitu 7,4% (2 orang). Dalam hal ini jelas bahwa dengan pengetahuan yang tinggi wawasan dan usaha untuk mecari informasi akan lebih luas, karena orang yang memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan memahami informasi yang diterimanya bila dibanding dengan respoden yang berpendidikan lebih rendah. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat lebih tepat dilaksanakan edukasi (pendidikan kesehatan).
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ibu dengan kategori berpendidikan tinggi (Tamat ≥ SMA) lebih banyak memberikan ASI Eksklusif dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (tamat < SMA). Sebab ibu yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah sehingga pendidikan mempengaruhi terhadap pemberian ASI Eksklusif.








BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang Gambaran Paritas dan Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2012 pada tanggal 01-06 September tahun 2012, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dari 36 orang  yang datang ke Puskesmas Pembina Palembang pada tahun 2012, ibu yang menerapkan pemberian ASI Secara Eksklusif sebanyak 12 orang (3,33 %) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 24 orang (66,7 %).
2.      Dari 36 orang yang datang ke Puskesmas Pemina Palembang tahun 2012, yang memiliki paritas yang tinggi 13 orang (36,1 %) dan yang memiliki paritas yang rendah sebanyak 23 orang (63,9 %).
3.      Dari 36 orang yang datng ke Puskesamas Pembina tahun 2012, yang berpendidikan tinggi sebanyak 19 orang (58,2 %) dan yang berpendidikan rendah sebanyak 17 orang (47,2 %).



5.2. Saran
5.2.1 Bagi Pihak Puskesmas
Di harapkan lebih dapat lebih dalam memberikan informasi mengenai kesehatan dan lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan terutama mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi bayi.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar penelitian ini menjadi bahan referensi dan merupakan informasi lengkap yang bermanfaat untuk mahasiswa Akademi Kebidanan Pondok Pesantren Assanadiyah Palembang khususnya tentang pemberian ASI Eksklusif.
5.2.3 Bagi Peneliti Yang Akan Datang
Diharapkan peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian tentang pemberian ASI Eksklusif di tempat yang berbeda, sehingga kita semua mengetahui betapa pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi ibu dan bayi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar